Bagikan:

JAKARTA - Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pada Hari Selasa menggambarkan permintaan jaksa penuntut Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dirinya dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebagai upaya yang "memalukan" untuk ikut campur dalam perang Gaza.

"Upaya Jaksa Karim Khan untuk menyangkal hak Negara Israel untuk membela diri dan membebaskan para sanderanya harus ditolak mentah-mentah," kata Menhan Gallant dalam cuitan di X, melansir Reuters 21 Mei.

Dalam pernyataannya yang mengumumkan permohonan surat perintah penangkapan pada Hari Senin, jaksa penuntut ICC, Karim Khan, menekankan bahwa Israel memiliki hak untuk mempertahankan penduduknya.

"Namun, hak tersebut tidak membebaskan Israel atau negara manapun dari kewajibannya untuk mematuhi hukum humaniter internasional," katanya.

Ia mengatakan, terlepas dari tujuan militer yang ingin dicapai Israel di Gaza, jaksa penuntut meyakini bahwa cara-cara yang digunakan Israel untuk mencapainya - "yaitu dengan sengaja menyebabkan kematian, kelaparan, penderitaan yang berat, dan cedera serius terhadap tubuh atau kesehatan penduduk sipil" - adalah tindakan kriminal.

Diberitakan sebelumnya, Karim Khan mengajukan permohonan surat perintah penangkapan dari pengadilan untuk PM Netanyahu, Menhan Gallant, serta tiga pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, Yahya Sinwar dan Mohammad Deif.

Khan mengatakan pada Hari Senin, dakwaan yang dikenakan kepada kedua pemimpin Israel itu meliputi kejahatan "menyebabkan pemusnahan, menyebabkan kelaparan sebagai metode perang termasuk penolakan pasokan bantuan kemanusiaan, dengan sengaja menargetkan warga sipil dalam konflik," seperti mengutip The Times of Israel.

Sedangkan dakwaan yang dikenakan terhadap tiga petinggi kelompok militan Hamas yakni, melakukan pemusnahan, pembunuhan, penyanderaan, pemerkosaan dan penyerangan seksual di dalam tahanan.

"Tidak ada seorang pun yang kebal hukum," kata Khan kepada Christiane Amanpour dari CNN.

Jaksa Khan mengatakan, jika Israel tidak setuju dengan ICC, "mereka bebas, meskipun mereka keberatan terhadap yurisdiksi, untuk mengajukan tantangan di hadapan hakim pengadilan dan itulah yang saya sarankan agar mereka lakukan."

Israel bukan anggota pengadilan dan tidak mengakui yurisdiksinya. Namun, wilayah Palestina diterima dengan status negara anggota pada tahun 2015.

Pada Bulan Oktober 2023, Kepala Jaksa ICC Karim Khan menegaskan, pengadilan tersebut memiliki yurisdiksi atas potensi kejahatan perang yang dilakukan oleh pejuang Hamas di Israel dan oleh pasukan Israel di Jalur Gaza.