JAKARTA - Kepala Jaksa Penuntut Umum Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Karim Khan yang mengupayakan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dan pemimpin Hamas atas tuduhan kejahatan perang sedang dilanda kampanye kotor.
Mengutip CBN News, Jumat 25 Oktober, Khan dituduh melakukan perilaku tidak pantas terhadap rekan wanitanya di markas besar ICC, Den Haag, Belanda. Ia dengan tegas membantah tudingan tersebut.
Pejabat ICC menilai tuduhan terhadap Khan mungkin dibuat sebagai bagian dari kampanye fitnah dari intelijen Israel.
Wanita itu telah dimintai keterangan ICC namun setelahnya yang bersangkutan memilih untuk tidak mengajukan pengaduan resmi. Setelah lima hari penyelidikan berjalan, akhirnya masalah ini tidak naik ke tahap penyidikan.
Saat dimintai keterangan oleh AP, wanita itu memilih menolak berkomentar.
Meskipun di hadapan pengawas ICC, wanita tersebut tidak dapat membuktikan tuduhannya, Khan tetap diminta meminimalkan kontak dengan wanita itu dan menjaga integritas ICC.
Baca juga:
- Pramono Anung Bakal Tambah Rute MRT Lewati JIS Jika Terpilih Gubernur Jakarta
- KPK Panggil Direksi PT KB Valbury Sekuritas Terkait Dugaan Korupsi PT Taspen
- Retribusi Kebersihan di Jakarta Berlaku per 1 Januari, Kecuali Warga yang Bisa Pilah Sampah
- Hasil Survei Pilgub Jakarta Berbeda, Persepi Bakal Minta LSI dan Poltracking Tanggung Jawab
Sebelumnya, Karim Khan mengajukan surat perintah penangkapan untuk PM Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant dan pemimpin Hamas atas tuduhan kejahatan perang pada Mei 2024.
Tak lama dari pernyataan itu, Karim Khan menegaskan keadilan harus ditegakkan.
Berbicara kepada program radio BBC "Political Thinking with Nick Robinson", Karim Khan mengatakan penting untuk menunjukkan bahwa ICC akan menerapkan standar yang sama kepada semua negara terkait dengan dugaan kejahatan perang.
Ia juga menyambut baik keputusan Pemerintah Inggris yang akhirnya tidak menentang surat perintah penangkapan Netanyahu, Gallant dan pemimpin Hamas.
“Ada perbedaan nada dan, menurut saya, perbedaan substansi terkait hukum internasional oleh pemerintah yang baru. Dan menurut saya itu disambut baik,” katanya kepada Robinson, 24 Agustus 2024, dikutip Arab News.