Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah warga Kampung Bayam dikepung aparat Satpol PP hingga kepolisian di Kampung Susun Bayam (KSB). Mereka dipaksa untuk meninggalkan KSB sebagai tempat hunian mereka.

Seorang warga Kampung Bayam, Neneng, menyebut pihaknya masih berupaya untuk bertahan dari hunian yang mereka tempati meski selama ini tak mendapat izin.

"Masih bertahan. Mudah-mudahan kami dikasih perlindungan sama Allah. Karena di sini cuma segelintir warga. Satpol PP dan polisi di sini sudah lebih dari 300 orang. Benar-benar penindasan," kata Neneng kepada wartawan, Selasa, 21 Mei.

Neneng menegaskan sisa warga Kampung Bayam yang bertahan tetap menuntut agar mereka bisa menghuni KSB. KSB didirikan oleh BUMD PT Jakarta Propertindo sejak kepemimpinan mantan Gubernur DKI Anies Baswedan.

Saat diresmikan, Anies menjanjikan KSB menjadi hunian warga terdampak penggusuran pembangunan Jakarat International Stadium (JIS) tersebut.

Namun, warga Kampung Bayam dan PT Jakpro tak menemui kesepakatan soal tarif sewa KSB. Jalan buntu terus berlanjut hingga kepemimpinan berganti oleh Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.

Sehingga, Pemprov DKI menawarkan warga untuk tinggal di rumah susun (rusun) dan hunian sementara. Lalu, Jakpro berencana menjadikan KSB sebagai hunian pekerja operasional JIS.

Neneng mengaku kelompoknya tetap ingin tinggal di KSB. Sebab, kini mereka tak lagi memiliki tempat tinggal. Sejak konflik dengan Jakpro, warga Kampung Bayam menghuni paksa KBS tanpa mendapat akses listrik dan air. Mereka menyiasatinya dengan pemasangan genset.

"Kami mau ke mana lagi? Mau ke kolong jembatan? Hunian sementara kami kan sudah expired. Sudah enggak bisa," ungkapnya.

Kepada aparat, warga Kampung Bayam menuntut jaminan agar bisa kembali ke hunian sementara. Namun, baik petugas maupun perwakilan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) tidak bisa memberikan kepastian.

"Kami mau diarahkan ke sana, tapi kami minta jaminan. Apa jaminan buat kami? Karena itu sudah expired? Mereka enggak bisa jawab. Intinya kami disuruh keluar saja," ujar dia.