Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio mengatakan iklan rokok menjadi salah satu pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dilakukan media penyiaran.

"Kecenderungan pelanggaran P3SPS yang dilakukan media penyiaran adalah penggolongan program siaran, perlindungan anak dan remaja, dan batasan siaran iklan rokok," kata Agung dalam diskusi yang diadakan Koalisi Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau secara daring dikutip Antara, Jumat, 5 Maret.

Agung mengatakan sepanjang 2020, KPI memberikan 90 sanksi kepada media penyiaran, enam di antaranya adalah pelanggaran batasan siaran iklan rokok.

Menurut Agung, iklan rokok di media penyiaran dibatasi hanya boleh dilakukan pada pukul 21.30 hingga 05.00 waktu setempat. Program siaran berisi segala bentuk dan strategi promosi yang dibuat produsen rokok wajib dikategorikan sebagai iklan rokok.

"Pelanggaran yang terjadi, misalnya pada 6 Mei 2020 pukul 17.33 hingga 17.34 terdapat muatan strategi promosi produsen rokok berupa voice over 'dipersembahkan oleh' yang diikuti dengan bumper-in 'selamat menunaikan ibadah puasa'," ujarnya pula.

Agung mengatakan terdapat beberapa tantangan dalam melarang iklan rokok secara total di media. Media penyiaran saat ini sudah ada pembatasan, yang dipantau KPI selama 24 jam. Namun, iklan rokok juga ada di media berbasis internet yang menjadi kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Pelarangan iklan rokok di media penyiaran yang berbasis digital dan internet, memungkinkan terjadi bila revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dilakukan.

"Bila Undang-Undang Penyiaran direvisi, tentu juga akan diikuti oleh revisi P3SPS KPI," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mengatakan naskah Revisi Undang-Undang Penyiaran yang diserahkan Komisi I kepada Badan Legislasi DPR pada periode 2019-2024 telah mengatur pelarangan iklan rokok di media penyiaran dan penguatan KPI untuk mengawasi penyiaran berbasis digital dan internet.

"Namun, terdapat dinamika saat proses harmonisasi di Badan Legislasi yang akhirnya menyebabkan revisi Undang-Undang Penyiaran belum berhasil diputuskan hingga periode DPR 2014-2019 berakhir," ujarnya.