Komodifikasi Pernikahan Seleb di Ruang Siaran Publik, Mau Sampai Kapan?
Aurel Hermansyah dan Atta Halilintar (Instagram/aurelie.hermansyah)

Bagikan:

JAKARTA - Rangkaian prosesi pernikahan selebritas, Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah akan disiarkan langsung di stasiun televisi nasional RCTI esok hari. Menurut jadwal siaran yang beredar, penayangan prosesi pernikahan tersebut bukan sekali dua kali tapi sampai empat kali. Bisa jadi pernikahan Atta-Aurel akan melampaui durasi siaran pernikahan selebritas, Raffi Ahmad dan Nagita Slavina yang dikenal menjadi salah satu yang paling mewah di Indonesia.

Bagian paling meresahkan bukan di kompetisi dua pasangan itu. Tapi sampai kapan ruang publik kita yang bernama televisi melakukan hal-hal semacam ini? Barangkali menyiarkan acara prosesi pernikahan di saluran televisi yang menggunakan frekuensi publik tak jadi persoalan. Asal durasinya normal. Tapi bila disiarkan selama berjam-jam bahkan berhari-hari? Ingat, frekuensi publik tak bisa semena-mena digunakan tanpa mementingkan kepentingan publik.

Menurut rangkaian acara siaran yang beredar, prosesi rangkaian acara pernikahan Aurel dan Atta akan disiarkan secara langsung dalam beberapa hari. Mulai dari lamaran pada 13 Maret besok, dilanjutkan dengan siraman pada 19 Maret.

Bukan cuma itu, bahkan acara prosesi pengajian pun disiarkan secara langsung pada 20 Maret. Terakhir acara pamungkasnya yakni akad nikah yang dihelat pada 3 April. Semua rangkaian tersebut akan disiarkan langsung stasiun TV RCTI. 

Etika penyiaran

Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nuning Rodiyah berpendapat tayangan lamaran sebetulnya tidak mengandung kepentingan publik secara dominan. Padahal, prinsip dari tayangan yang menggunakan frekuensi publik seperti televisi nasional wajib mengedepankan kepentingan publik. 

"Untuk tayangan lamaran, prinsip dari tayangan yang menggunakan frekuensi publik tentu harus tetap mengedepankan kepentingan publik. Apakah tayangan itu mengandung kepentingan publik? tentu secara dominan tidak," kata Nuning kepada VOI

Aurel Hermansyah dan Atta Halilintar (Instagram/aurelie.hermansyah)

Selain itu, menurut Nuning tayangan-tayangan yang mengungkapkan ruang-ruang privasi seperti lamaran dan pernikahan seharusnya dibatasi durasinya. Kata Nuning jangan kejadian serupa yang kerap terjadi sebelumnya kembali terulang. Misalnya saja kata Nuning penayangan pernikahan Raffi-Nagita dan pernikahan anak presiden.

"Itu yang harus dijaga betul. Jangan sampai seperti beberapa tahun lalu tayangan serupa digelar sampai 7 jam, sehari penuh, menayangkan pernikahan rafi nagita, pernikahan anak presiden dan lain sebagainya," katanya.

Komodifikasi pernikahan selebritas 

Pernikahan para artis yang ditampilkan di acara televisi bukan barang baru. Salah satu dari sekian banyak pernikahan selebritas yang ramai diperbincangkan yakni Raffi-Nagita.

Acara yang bertajuk Janji Suci Raffi dan Nagita ditayangkan secara langsung dari stasiun TV swasta, Trans TV. Durasi penayangan acara ini pun tak tanggung-tanggung, yakni dua hari berturut-turut dari 16-17 Oktober 2014. Pada hari pertama acara ini disiarkan selama 14 jam dari jam 8 pagi sampai dengan 10 malam.

Anastasia H.P Enga dalam jurnalnya yang dimuat Jurnal Interaksi Universitas Diponegoro (2016) menyebut bentuk pernikahan yang ditayangkan Trans TV tersebut sudah tidak menjaga kesakralan janji suci itu sendiri. "Dan tidak memedulikan lagi frekuensi publik yang digunakan dalam penayangan acara tersebut."

Berkat tayangan pernikahan tersebut, Enga mencatat peringkat Trans TV melesat dalam semalam dari nomor 7 ke posisi jawara. "Pada 15 Oktober 2014, Trans TV berada di posisi 7 dengan share kisaran 8. Lalu keesokan harinya posisinya langsung melesat ke nomor 1 dengan share 21 di market All dan ABC," tulisnya.

Dalam tulisannya yang bertajuk Komodifikasi Pernikahan Menuju Janji Suci di Trans TV (2016) Enga mengatakan acara pernikahan Raffi dan Nagita telah mengalami komodifikasi. Secara definisi komodifikasi berkaitan dengan proses transformasi barang dan jasa dari nilai gunanya menjadi komoditas yang berorientasi pada nilai tukarnya di pasar.

Dalam konteks pernikahan Raffi dan Nagita mungkin dapat diartikan adanya pergeseran nilai dari sebuah acara pernikahan yang sakral, menjadi lebih mengutamakan nilai komoditas alias nilai materi. Terdapat harga dalam setiap acara pernikahan tersebut. Sebagai gambaran saja, Enga menghitung berapa cuan yang diperoleh dari pernikahan Raffi-Nagita.

Enga merujuk rata-rata harga pasang iklan pada waktu penting (prime time) yang mencapai Rp12 juta sampai Rp14 juta per 30 detik. Misal ada 20 iklan saja, dalam sekali tayang, acara tersebut bisa meraup cuan sebanyak Rp840 juta dari acara Janji Suci.

Komodifikasi media televisi yang marak saat ini kata Enga, memperlihatkan secara vulgar bagaimana imajinasi, sikap dan standard moral pemirsa "dimanipulasi sedemikian rupa oleh tikaman ideologi (nilai-nilai gaya hidup, materialisme) yang ditentukan kepentingan-kepentingan pasar dan industri," tulisnya. 

"Tontonan seperti sinetron, infotainment, komedi-komedi bahkan iklan iklan irasional tanpa mengindahkan pembatasan jam tayangan, serta pemberitaan(kriminal, politik, sosial) telah mengondisikan khalayak dalam ketegangan kultural, krisis kepercayaan diri dan menjadi subyek yang naif dalam merespons banjirnya program televisi tersebut," tambahnya.

Eksploitatif

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberikan sanksi administrasi teguran tertulis terhadap tayangan "Janji Suci Raffi dan Nagita" yang ditayangkan Trans TV pada 16-17 April 2014. Dalam surat teguran bernomor 2415/K/KPI/10/14 tersebut, tayangan yang ditayangkan dua hari berturut turut tersebut bukan untuk kepentingan publik.

“Program tersebut disiarkan dalam durasi waksu siar tidak wajar serta tidak memberikan manfaat kepada publik sebagai pemilik utuh frekuensi. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas rlindungan kepentingan publik,” demikian bunyi teguran KPI yang ditandatangani Ketua KPI, Judhariksawan 2014 silam.

Menurut Komisioner KPI Nuning Rodiyah sebetulnya menyiarkan acara pernikahan tidaklah dilarang. Dengan catatan masih dalam batas waktu yang wajar. "Durasinya rata-rata program siaran saja, jangan sampai kemudian breaking newsnya sampai lima jam," kata Nuning. 

Nuning memperingatkan jangan sampai siaran seperti ini mendominasi ruang-ruang publik secara berlebihan. "Ini kan juga harus memberikan contoh kepada masyarakat, bahwa ini bagian dari kepentingan publik yang harus dijaga," pungkasnya. 

BERNAS Lainnya