Bagikan:

JAKARTA - Kantor Hak Asasi Manusia pada Hari Selasa mengatakan, Israel masih memberlakukan pembatasan yang "melanggar hukum" terhadap bantuan kemanusiaan untuk Jalur Gaza, meski Israel dan sejumlah negara menyatakan hambatan tersebut telah dilonggarkan.

Perang Hamas-Israel di Gaza yang pecah 7 Oktober lalu mengubah sebagian besar Jalur Gaza, dengan ratusan ribu orang kini mengungsi dan memadati tempat penampungan yang dipenuhi penyakit.

Jumlah bantuan yang kini masuk ke Gaza masih diperdebatkan, di mana Israel dan Washington mengatakan aliran bantuan telah meningkat dalam beberapa hari terakhir, namun badan-badan PBB mengatakan jumlah tersebut masih jauh di bawah tingkat minimum.

"Israel terus memberlakukan pembatasan yang melanggar hukum terhadap masuknya dan distribusi bantuan kemanusiaan, melakukan penghancuran infrastruktur sipil secara luas," kata juru bicara kantor hak asasi manusia PBB Ravina Shamdasani pada konferensi pers di Jenewa, mengulangi seruan agar Israel tidak mengekang akses, dikutip dari Reuters 17 April.

Israel, yang membantah menghalangi bantuan kemanusiaan ke Gaza, menghadapi tekanan internasional yang semakin besar untuk membiarkan lebih banyak pasokan masuk ke Jalur Gaza, sejak Israel menyerang konvoi bantuan pada tanggal 1 April yang menewaskan pekerja bantuan internasional.

"Mereka yang mengirimkan atau mencoba mengakses bantuan kemanusiaan tidak boleh diserang," tegas Shamdasani.

Kemarin, Kementerian Kesehatan di Gaza mengumumkan jumlah korban jiwa warga Palestina yang tewas di Gaza telah mencapai 33.843 jiwa dan korban luka-luka mencapai 76.575 orang sejak konflik Israel-Hamas pecah pada 7 Oktober 2023, dikutip dari Xinhua.

Badan Anak-anak PBB (UNICEF) menyerukan peningkatan evakuasi medis dari Gaza, dan mengatakan kurang dari separuh permohonan berhasil.

"Dengan sedikitnya 70 anak terluka setiap hari, kami perlu meningkatkan jumlah evakuasi medis sehingga anak-anak dapat mengakses layanan kesehatan yang sangat mereka butuhkan," kata Tess Ingram dari UNICEF pada konferensi pers bersama Shamdasani, menggambarkan kasus anak-anak yang ia temui mengalami luka tembak dan amputasi.

"Tubuh mereka yang hancur dan kehidupan mereka yang retak merupakan bukti kebrutalan yang dipaksakan kepada mereka," tandasnya.