Bagikan:

JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri menyebut pembagian bantuan sosial dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan bentuk politik gentong babi atau Pork Barrel Politics.

Pernyataan itu disampaikannya saat menjadi ahli dari pihak pemohon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dalam persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi, Senin, 1 April.

Berawal dari Faisal Basri menyampaikan perihal teori politik gentong babi layaknya penggelontoran uang. Kemudian, disebutkan ada perbedaan penerapannya di negara maju dan berkembang.

Khusus di negara berkembang, termasuk Indonesia, dikatakan, politik itu menyasar kemiskinan.

"Jadi secara umum pork barrel ini di negara berkembang ini di negara-negara berkembang wujudnya berbeda, karena pendapatannya masih rendah, angka kemiskinannya tinggi di Indonesia, penduduk miskin ekstrim, nyaris miskin, rentan miskin, itu kira-kira hampir separuh dari penduduk, jadi santapan yang memang ada di depan mata para politisi, karena memang mereka lebih sensitif tentu saja terhadap pembagian-pembagian sejenis bansos, bansos yang ad hoc sifatnya," ucap Faisal.

Kemudian, Faisal menyinggung soal pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri atau Kemendagri telah berupaya mencegah aksi politisasi bansos saat Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada. Caranya, membuat aturan di tingkat daerah atau Perda.

"Menteri dalam negeri mengatakan akan mengikuti saran KPK untuk membuat aturan lewat perda menghadapi pilkada itu dua sampai tiga bulan tidak boleh ada bansos," ucapnya.

Dengan cerminan itu, artinya, kata Faisal, pemerintah sadar adanya potensi politisasi bansos. Tetapi, muncul pertanyaan tak ada aturan di tingkat nasional atau Pemilu.

"Sadar di sini, tapi pertanyaannya Pilkada dibatasi, pemilu tidak. Jadi kan ini membuktikan betapa efektifnya bansos secara kuantitatif maupun kualitatif," kata Faisal.

Adapun, kubu Anies-Cak Imin menghadirkan 7 ahli. Selain itu, terdapat 11 saksi yang didatangkan pemohon I pada sidang hari ini.

Para akademisi yang dihadirkan tim Anies-Muhaimin memiliki berbagai latar belakang bidang ilmu, mulai dari ekonomi, pemerintahan, hingga otonomi daerah.

Berikut adalah 7 ahli yang didatangkan hari ini:

1. Bambang Eka Cahya, ahli ilmu pemerintahan

2. Faisal Basri, ekonom senior

3. Ridwan, ahli hukum administrasi

4. Vid Adrison, ekonom UI

5. Yudi Prayudi, Kepala Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) UII Yogyakarta

6. Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)

7. Djohermansyah Djohan, pakar otonomi daerah

Sebagai informasi, gugatan sengketa pilpres yang dilayangkan Anies dan Muhaimin selaku pemohon memiliki nomor perkara 2/PHPU.PRES-XXII/2024. Dalam pokok permohonan, pemohon mengungkap 11 pengkhianatan terhadap konstitusi dan pelanggaran asas bebas, jujur, dan adil dalam Pilpres 2024.