Bagikan:

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) terima pengajuan Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan untuk majelis hakim yang mengadili perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres Tahun 2024 dari aliansi akademisi dan masyarakat sipil pada Kamis (28/3).

Dilansir ANTARA, Jumat, 29 Maret, bertindak sebagai pihak yang menerima pengajuan adalah Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol MK Budi Wijayanto serta Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama dalam Negeri Andi Hakim.

Budi mengatakan, pihaknya akan menyampaikan Amicus Curiae ini kepada Ketua MK Suhartoyo dan hakim lainnya. Ia juga mengapresiasi atas perhatian yang disampaikan aliansi akademisi dan masyarakat sipil.

Sebanyak 303 orang dari akademisi maupun masyarakat sipil mengajukan menjadi Amicus Curiae. Tim perumus Amicus Curiae terdiri dari Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Benediktus Hestu Cipto Handoyo, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Dian Agung Wicaksono, Dosen Fakultas Hukum UGM Marcus Priyo Gunarto, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto, dan Dosen Fakultas Hukum UGM Rimawan Pradiptyo.

Berkas pengajuan Amicus Curiae diserahkan oleh perwakilan Aliansi Akademisi dan Masyarakat Sipil, yakni Pengamat sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun serta Guru Besar Antropologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto.

 

 

Ubedillah mengatakan, secara pokok ada sembilan berkas untuk sembilan hakim, namun pihaknya meminta agar Amicus Curiae hanya diberikan kepada delapan Hakim Konstitusi karena satu hakim tidak diperkenankan untuk ikut mengadili perkara PHPU, yaitu Anwar Usman.

“Naskah Amicus ini adalah bagian penting dari partisipasi publik, dari kaum cendekiawan, para guru besar, para akademisi, termasuk juga masyarakat sipil yang berjumlah 303 orang. Kami berdiskusi sangat panjang untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan dengan basis ilmu pengetahuan,” ujarnya.

Harapan pengajuan Amicus Curiae ini, lanjutnya, adalah agar perkara PHPU Pilpres yang saat ini sedang disidangkan, dapat diputuskan secara adil.

“Diputuskan secara adil, jadi bukan dalam arti digolkan. Diputuskan secara adil itu bisa konsekuensinya bisa dimenangkan, bisa dengan pertimbangan-pertimbangan khusus,” kata dia.

Hal senada juga disampaikan oleh Sulistyowati Irianto. Ia berharap MK dapat memberikan keadilan yang bersifat substantif dalam penanganan perkara PHPU Pilpres.

“Besar sekali harapan kami bahwa hakim Mahkamah Konstitusi tidak hanya memberikan keadilan yang sifatnya prosedural formal saja atau keadilan angka-angka saja, tapi juga memberikan keadilan substantif. Jadi, melihat perkara secara holistik, melihat segala proses karena hasil itu tergantung pada prosesnya,” ucapnya.