JAKARTA – Megawati Soekarnoputri resmi menyampaikan surat amicus curiae atau sahabat pengadilan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) dengan diwakili Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat.
Dokumen amicus curiae dari Ketua Umum PDIP itu dikirim ke MK pada Selasa (16/4/2024) untuk perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres. Dalam amicus curiae tersebut, Megawati meminta seluruh masyarakat berdoa agar putusan yang diambil MK dalam kasus sengekta Pilpres tidak seperti palu godam melainkan palu emas.
“Seperti kata Ibu Kartini pada tahun 1911: ‘Habis gelap terbitlah terang’, sehingga fajar demokrasi yang telah kita perjuangkan dari dulu, timbul kembali dan akan diingat terus-menerus oleh generasi bangsa Indonesia,” kata Hasto membacakan tulisan megawati.
MK saat ini sedang memeriksa dua perkara terkait PHPU Presiden 2024. Kedua perkara tersebut diajukan pasangan nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar serta paslon nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD. MK menjadwalkan kedua perkara itu akan diputus pada 22 April mendatang.
Berasal dari Hukum Romawi
Istilah amicus curiae makin sering terdengar di telinga masyarakat setelah Megawati mengajukannya awal pekan ini. Pada 2023, amicus curiae juga pernah diajukan sejumlah pihak untuk mendukung terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E dalam kasus pembunuhan Ferdy Sambo terhadap Brigadir J.
Sebanyak 122 cendekiawan yang terdiri dari guru besar dan dosen dari universitas terkemuka Tanah Air yang tergabung dalam Aliansi Akademisi Indonesia menyatakan diri sebagai amicus curiae ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 6 Februari 2023. Selain itu, ikatan alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti juga mengajukan surat sahabat pengadilan untuk mendukung Richard Eliezer.
Istilah amicus curiae berasal dari bahasa Latin yang secara harfah artinya friend of the court atau sahabat pengadilan.
Menurut pengamat hukum pidana Masykur Isnan, amicus curiae atau sahabat pengadilan adalah konsep hukum yang memungkinkan pihak ketiga yang berkepentingan dalam suatu perkara memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan, tidak bertindak sebagai pihak dalam yang berperkara, namun memberikan masukan yang dapat dipertimbangkan oleh hakim .
Berbeda dengan intervensi, keterlibatan amicus curiae hanya sebatas memberikan pendapat yang nantinya digunakan oleh hakim sebagai salah satu pertimbangan dalam memutus perkara. Amicus curiae biasanya diajukan di pengadilan terkait kasus publik dengan kepentingan luas, seperti kasus hak-hak sipil.
Pada awalnya amicus curiae berasal dari tradisi Hukum Romawi. Tapi sejak abad kesembilan, praktik ini mulai lazim diadopsi di negara-negara dengan sistem hukum common law. Dalam perkembangannya, penggunaan amicus curiae juga banyak ditemukan di negara-negara dengan sistem hukum civil law seperti di Indonesia.
Potensi Benturan Kepentingan
Secara umum, landasan hukum yang dikaitkan sebagai dasar penerimaan konsep Amicus Curiae di Indonesia adalah Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman) yang menegaskan bahwa “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
Aturan lain yang menjadi dasar adalah Pasal 14 ayat (4) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 dinyatakan bahwa pihak terkait yang berkepentingan tidak langsung, serta dan Pasal 180 KUHP ayat (1).
Masykur Isnan menambahkan, amicus curiae dapat dilakukan secara individu atau organisasi, memiliki peran dalam persidangan, dapat memberikan masukan kepada pengadilan tanpa menjadi pihak dalam perkara. Konsep Amicus Curiae telah diterima sebagian dan diakui dalam beberapa peraturan, diantaranya Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005.
"Amicus curiae yang dilakukan Ibu Megawati, hal yang menjadi perhatian adalah ada atau tidak benturan kepentingan di dalam perkara,” ujar Masykur Isnan kepada VOI.
“Kita sama-sama pahami bahwa ada peran PDI Perjuangan di perkara (paslon 3), namun di sisi lain yang tidak boleh terlupa bahwasanya tujuan hukum tidak hanya bicara pada kepastian hukum, ada juga keadilan dan kemanfaatan, untuk menjadi bermakna atau tidak amicus curiae akan dikembalikan kepada majelis hakim,” ia menambahkan.
Perlu diketahui bahwa kedudukan amicus curiae adalah sebagai pihak yang memiliki kepentingan sebatas untuk memberikan opini atau pendapat hukum. Amicus curiae tidak dapat dikategorikan sebagai alat bukti, dan bukan pula dikatakan sebagai saksi atau saksi ahli.
Namun pendapat dari amicus curiae ini dapat menjadi pertimbangan hakim dalam proses peradilan. Hal ini dilakukan untuk membantu hakim agar dapat adil dan bijaksana dalam memutus sebuah perkara.
Permohonan Amicus Curiae Menjamur
Megawati Soekarnoputri bukan satu-satunya sosok yang mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan pada kasus gugatan pemilu 2024 ini. Juru bicara MK Fajar Laksono mengatakan pengajuan amicus curiae tahun ini ada lima, lebih banyak dari Pemilu sebelumnya.
"Saya kira ini memang amicus curiae yang paling banyak, hari ini saja kami menerima 5 amicus curiae," kata Fajar kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2024).
Mengutip laman resmi MK, di hari yang sama, Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI) menyampaikan dukungan kepada hakim konstitusi dalam memutus sengketa hasil Pilpres 2024.
BACA JUGA:
Kemudian, ada pula Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI), Yayasan Advokat Hak Konstitusional Indonesia (Yakin), serta Stefanus Hendrianto yang masing-masing mengajukan diri menjadi Amicus Curiae terkait PHPU Presiden 2024.
Sebelumnya, pada 1 April 2024 seniman Butet Kertaredjasa beserta 180 seniman dan budayawan mengajukan diri sebagai amicus curiae kepada MK. Beberapa seniman terkenal seperti Ayu Utami dan Agus Noor turut serta dalam inisiatif ini.