Dilema Balon Udara Lebaran: Perlukah Tradisi yang Membahayakan Dipertahankan?
Ribuan penonton menyaksikan festival balon udara di Lapangan Reco, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo, Minggu 8/5/2022). (Antara/Heru Suyitno)

Bagikan:

JAKARTA – Tradisi menerbangkan balon udara untuk menyambut Lebaran kembali mendapat sorotan, setelah dua balon udara yang diduga berisi petasan meledak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (12/4/2024).

Sebuah balon udara meledak di Perumahan Pesona Kota Mungkid di Kecamatan Mertoyudan, Magelang. Akibat kejadian ini, lima rumah warga dan satu unit mobil rusak. 

Randy, 32 tahun, mengaku sedang berada di dalam rumah ketika balon udara mendarat diikuti beberapa kali ledakan. Menurut pengakuannya, peristiwa ini terjadi sekitar pukul 07.30 WIB. Randy sempat berpikir ledakan di depan rumah berasal dari tabung gas atau gangguan mesin mobil tamu.

“Saya keluar rumah, api masih menyala. Lalu saya ambil APAR untuk memadamkan api,” kata Randy, dikutip Kompas.

Akibat kejadian ini, atap kamar mandi rumah Randy jebol. Sementara mobil milik Isnovika (36) yang diparkir di depan rumah Randy, juga mengalami kerusakan. Jendela depan retak, lampu kiri pecah, serta bumper bawah lepas.

Lain lagi dengan cerita di Wonotigo, Desa Kembanglimus, Kecamatan Borobudur yang mengalami hal serupa. Pada Jumat (12/4/2024) pukul 7.50 WIB, sebuah balon udara menimpa rumah milik Heri Prayogo. Gara-gara kejatuhan balon udara disertai ledakan petasan, genting rumah Heri rusak.

Membahayakan Aktivitas Penerbangan

Jika di daerah lain cukup dengan menyantap ketupat atau bersilaturahmi dengan baju baru saat Lebaran, tidak dengan sejumlah wilayah di Jawa Tengah. Sebagian warga di Ponorogo, Wonosobo, Pamekasan, dan Magelang masih butuh balon udara untuk merayakan Idulfitri.

Sudah menjadi tradisi selama bertahun-tahun katanya, meski tidak diketahui kapan pastinya tradisi menerbangkan balon udara di momen Lebaran ini dimulai. Ada yang menyebut tradisi ini dimulai dari abad ketujuh ketika masyarakat mulai mengenal kertas hingga era Bathara Katong. Namun, klaim ini tidak akurat karena tidak ada catatan sejarah yang dapat diuji secara metodologis.

Sayangnya, tradisi yang disebut sudah ada sejak lama ini dianggap membahayakan. Sejak 2016 lalu, isu pelarangan menerbangkan balon udara masif diberitakan sejumlah media massa.

Balon udara yang diterbangkan secara liar dapat membahayakan banyak hal, salah satunya aktivitas penerbangan. Meki telah mendapat larangan, sejumlah pilot menemukan adanya balon yang melintas di jalur penerbangan, sebagaimana diungkapkan praktisi penerbangan Gerry Soejatman di akun X. Ia mengatakan, balon udara tersebut berada di Ruang Udara Yogyakarta pada 11 April 2024.

Masyarakat sedang menikmati acara Pekalongan Festival Balon 2024 yang diselenggarakan oleh Pemkot Pekalongan, Sabtu (13/4/2024). (Antara/Kutnadi)

"Laporan didapatkan dari pilot yang terbang dari Halim Perdana Kusuma menuju Bandara Adisutjpto pada saat terbang di atas Desa Tegalrejo (10 km sebelah timur dari Alun- alun kota Kebumen) pada ketinggian 9.000 kaki atau 2.743 meter di atas permukaan laut. Pilot melaporkan melihat tujuh buah balon bergerak ke arah barat," tulis data laporan tersebut.

Soal pelepasan balon yang mengganggu aktivitas penerbangan sudah berulang kali digaungkan Kemenhub. Belum lama ini, Kementerian yang dipimpin Budi Karya Sumadi mengimbau agar masyarakat bisa mematuhi aturan penerbangan balon udara, terutama di wilayah Jateng dan Jatim sehingga tidak mengganggu jalur lintas penerbangan pesawat.

“Tiap tahunnya saat Syawalan, kami selalu mendapatkan laporan dari para pilot yang terbang di jalur udara Jawa Tengah dan Jawa Timur bahwa mereka beberapa kali melihat balon udara melintas di ketinggian yang merupakan jalur lalu lintas pesawat, dan ini sangat membahayakan keselamatan penerbangan," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub M. Kristi Endah Murni, disitat Antara.

Potensi Pariwisata

Di tengah potensi bahaya dari penerbangan balon udara, terutama yang bersifat ilegal, tradisi ini sebenarnya memiliki dampak positif dilihat dari sektor pariwisata.

Di Wonosobo misalnya, festival balon udara menjadi daya tarik tersendiri terutama di momen Lebaran. Konon, tradisi menerbangkan balon udara di beberapa daerah di Jawa Tengah sudah ada sejak 1960-an. Seiring berjalannya waktu, penerbangan balon udara di Wonosobo bukan hanya sekadar tradisi turun temurun tapi kini menjadi ikon wisata di daerah tersebut. 

Menurut sejumlah sumber, festival balon udara diperkirakan baru ramai diadakan sejak 2006 silam. Selain menjadi perayaan dan sarana hiburan, festival balon udara juga berfungsi sebagai ajang menyalurkan kreativitas, terutama anak muda.

Dalam menyambut festival balon udara ini, kelompok anak muda di Wonosobo menuangkan kreativitas untuk membuat balon udara yang layak diterbangkan khusus untuk festival ini. Ganjar Pranowo, yang masih menjabat Gubernur Jawa Tengah pada 2023, memuji kekompakan dan kreativitas anak muda di Wonosobo dalam membuat balon udara. Ia mendorong agar festival balon udara yang sudah menjadi tradisi di Wonosobo ini terus dilakukan.

Sebuah mobil rusak ringan akibat balon udara jatuh di Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (12/4/2024). (Antara/Heru Suyitno/aa)

Pada Lebaran 2024, Kemenhub hanya memberikan izin pelaksanaan festival balon udara di dua lokasi, yaitu Wonosobo dan Pekalongan. Festival balon udara di Wonosobo berlangsung sejak 11 April sampai acara puncak pada 21 April 2024 dan tersebar di sejumlah titik di Wonosobo. Sedangkan festival balon udara Pekalongan diikuti oleh 70 peserta yang digelar di Lapangan Setono Pekalongan, Sabtu (13/4).

Festival balon udara di Wonosobo disebut-sebut memiliki kemiripan dengan wisata balon udara Cappadocia di Turki. Tak heran, jika festival ini sukses menyedot ribuan pengunjung ke Wonosobo untuk menyaksikan langit warna-warni berhiaskan balon udara.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo Agus Wibowo mengatakan, selain menjaga tradisi, festival balon udara menjadi ikon unggulan pariwisata di Kabupaten Wonosobo. Balon udara yang diterbangkan dipastikan mengikuti prosedur yang ditetapkan, dan hal ini tentu memberi dampak positif bagi pariwisata.

"Festival balon udara ini menjadi branding Pariwisata Kabupaten Wonosobo, sesuai prosedur dan tidak mengganggu lalu lintas udara, multiplier effect dari kegitan festival balon udara ini juga sangat luar biasa," ungkap Agus.

Tradisi balon udara saat Lebaran seperti yang dilakukan di Kabupaten Wonosobo sebenarnya layak untuk dipertahankan sebagai ikon daerah tersebut. Namun di satu sisi menerbangkan balon udara saat menyambut Idulfitri memang perlu ditertibkan, karena balon udara yang diterbangkan secara liar sangat membahayakan.

Untuk itu butuh edukasi secara masif kepada masyarakat oleh berbagai pihak, mengenai bahaya yang ditimbulkan jika menerbangkan balon udara secara liar.