Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 19 terpidana korupsi, di antaranya Emirsyah Satar yang merupakan eks Dirut PT Garuda Indonesia dan eks penyidiknya, Stepanus Robin Pattuju terkait dugaan pungutan liar (pungli) rumah tahanan.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan pemeriksaan ini digelar selama dua hari, Selasa, 19 Maret dan Rabu, 20 Maret. Para mantan penghuni Rutan KPK itu diperiksa di Lapas Klas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

“Tim penyidik telah selesai memeriksa saksi-saksi,” kata Ali kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Jumat, 22 Maret.

Adapun para napi yang jadi saksi adalah mantan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah; Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto; kerabat dari mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman, Ferdy Yuman; mantan Auditor BPK Gerry Ginanjar Trie Rahmatullah; mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori.

Kemudian turut diperiksa juga Pemilik PT Ayodya Multi Sarana (AMS) Kiagus Emil Fahmy Cornain; La Ode Muhammad Rusdianto Emba selaku adik dari mantan Bupati Muna; mantan pemeriksa pajak Muhammad Naim Fahmi; dan mantan Sekretaris MA Nurhadi Abdurrachman

Dari pemeriksaan ini, penyidik mendapat berbagai keterangan. Di antaranya adanya uang yang dikumpulkan dan diserahkan kepada Kepala Rutan Cabang KPK nonaktif Achmad Fauzi.

Pemberian ini ditujukan agar mereka bisa memesan makan dari luar. Padahal, hal ini dilarang karena para tahanan seharusnya sudah mendapatkan jatah makan dengan anggaran yang sudah disediakan.

“Dikonfirmasi antara lain dugaan permintaan pengumpulan sejumlah uang dari tersangka AF (Karutan Cabang KPK) dkk pada para tahanan agar mendapatkan fasilitas berupa penggunaan handphone termasuk pemesanan layanan makanan diluar jatah makan yang diberikan,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, 15 pegawai komisi antirasuah secara resmi diumumkan sebagai tersangka kasus pungli rutan dan ditahan. Mereka diduga berhasil mengumpulkan uang hingga Rp6,3 miliar mulai 2019-2023.

Uang tersebut didapat dari para tahanan kasus korupsi dengan jumlah beragam antara Rp300 ribu hingga Rp20 juta. Penyerahan dilakukan secara langsung maupun lewat rekening bank penampung yang dikendalikan oleh lurah dan korting.

Tahanan kemudian mendapatkan fasilitas eksklusif setelah memberi uang. Salah satunya bisa menggunakan handphone maupun powerbank.

Sementara yang tidak membayar atau terlambat menyetor mendapat perlakuan tak nyaman. Di antaranya kamar tahanan dikunci dari luar, pelanggaran dan pengurangan jatah olahraga, serta mendapat jatah jaga dan piket kebersihan lebih banyak.