NTB - Komisi Yudisial (KY) menyampaikan tidak punya kewenangan menilai soal putusan hakim dalam persidangan perkara korupsi tambang pasir besi PT Anugrah Mitra Graha (AMG) pada Blok Dedalpak, Kabupaten Lombok Timur.
Dalam perkara ini, salah satu terdakwanya Direktur PT Anugrah Mitra Graha (AMG) Po Suwandi divonis tahanan kota mjelis hakim pengadilan tingkat pertama pada 5 Januari 2024.
Saat masuk proses hukum di tingkat banding, majelis hakim pada Pengadilan Tinggi (PT) Nusa Tenggara Barat (NTB) yang diketuai Gede Ariawan kembali menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dengan menetapkan Po Suwandi berstatus tahanan kota.
"Kami tidak dalam kewenangan menilai putusan. Kami pada posisi dan kewenangan mengawasi perilaku hakim dalam menjalankan tugas peradilannya," ujar Koordinator Kantor Penghubung KYl Wilayah NTB Ridho Ardian Pratama di Mataram, NTB, Rabu 6 Maret.
BACA JUGA:
Ridho pun mengatakan bahwa KY membuka diri kepada masyarakat apabila ada laporan yang berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik Perilaku Hakim (KEPPH) atau dugaan penyimpangan hukum acara terhadap hakim dalam sidang korupsi tambang pasir besi pada Blok Dedalpak.
Ridho mengklaim, KY siap menindaklanjuti laporan tersebut sesuai dengan prosedur.
"Kami selalu membuka diri kepada publik yang mau memberikan laporan terkait dengan pelanggaran Kode Etik Perilaku Hakim (KEPPH) yang diketahui, atau jika ada dugaan pelanggaran atau penyimpangan hukum acara yang diterapkan," ucap Ridho.
Belum Temukan Pelanggaran Etik
Ridho mengaku KY hingga saat ini belum menemukan petunjuk yang menguatkan adanya pelanggaran kode etik hakim. Hal itu berdasarkan pantauan perjalanan perkara yang menimbulkan kerugian keuangan negara paling besar sepanjang pengungkapan pidana korupsi di NTB tersebut, yakni sebesar Rp36,4 miliar.
"Kami masih belum menemukan petunjuk ataupun bukti pendukung yang cukup untuk diteruskan ke tahap selanjutnya," katanya.