Bagikan:

JAKARTA - Irjen Napoleon Bonaparte kembali menyinggung soal bukti elektronik berupa CCTV yang dianggap tak membuktikan terjadinya tidak pidana suap. Sebab, rekaman CCTV itu hanya memperlihatian kondisi loby gedung TNCC Polri.

Pernyataan itu disampaikan Napoleon di persidangan dengan agenda duplik atau jawaban Napoleon atas replik Jaksa dalam perkara dugaan suap penghapusan red notice untuk Joko Tjandra.

"Seluruh bukti elektronik berupa CCTV yang dibenarkan saksi adalah seluruhnya loby gedung TNCC Mabes Polri sama sekali ngga membuktikan kami telah terima uang," ucap Napoleon dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 1 Maret.

Selain itu, Napoleon juga menyebut jika rangkaian kejadian yang disebut jaksa penuntut umum (JPU) sebagai proses terjadinya tindak pidana juga terasang janggal.

Alasannya, bukan hanya Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) yang berkantor di gedung itu. Tapi banyak beberapa divisi yang juga menggunakan gedung itu sebagai ruang kerja.

"Walaupun saudara JPU berdalil bukti rekaman CCTV merupakan satu rangkain namun nyatanya bukti itu engga relevan atau diasumsikan dalam dakwan kami mengingat gedung TNCC adalah gedung yang ngga hanya kantor kami sendiri," kata dia.

Dengan alasan itu, Napoleon meminta kepada majelis hakim untuk menolak semua dakwaan dari JPU.

"Kami berkesimpulan replik JPU tidak didikung fakta hukum berdasarkan analisis hukum dalam persidangan. Oleh karena ity kami tetap pada pleidoi kami yang sudah kami bacakan," kata dia.

Sebagai informasi, dalam perkara dugaan suap penghapusan red notice, Irjen Napoleon Bonaparte dituntut pidana penjara selama 3 tahun.

Irjen Napoleon disebut menerima suap dari Joko Tjandra. Suap itu dipetuntukan menghapus nama Joko Tjandra dari daftar red notice.

Saat menerima suap itu, Irjen Napoleon masih menjabat sebagai Kadiv Hubungan Internasional (Hubinter) Polri. Dia disebut menerima uang senilai 200 ribu dolar Singapura dan 370 ribu dolar Amerika Serikat (AS) dari Tommy Sumardi.