JAKARTA - Bareskrim Polri mengungkap, Irjen Napoleon Bonaparte sudah mengetahui red notice Joko Soegiarto Tjandra telah terhapus sejak 2019. Namun, Napoleon seolah tak mengetahuinya karena diduga telah menerima suap penghapusan red notice tersebut.
"Karena Divhubinter terkoneksi dengan sistem di Lyon, Perancis," ucap tim kuasa hukum Bareskrim dalam persidangan praperadilan Irjen Napoleon Bonaparte di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 29 September.
Keterlibatan Irjen Napoleon justru semakin jauh karena membantu menghapus nama Joko S. Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) di sistem Imigrasi Indonesia. Hal itu dilakukan dengan cara memerintahkan anak buahnya bersurat ke Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan pada Kejaksaan Agung
"Pemohon memerintahkan AKBP Tommy Arya untuk membuat beberapa produk surat yang berkaitan dengan red notice yang ditandatangani oleh ses NCB Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo sampai dengan terhapusnya status DPO," kata dia.
Surat yang ditujukan ke Kejaksaan Agung RI berkaitan dengan konfirmasi status red notice. Surat resmi itu bernomor NCB-DivHI/Fax/529/IV/2020.
Surat faksimili tertanggal 14 April 2020 itulah yang menjadi titik awal perkara. Sebab, penerbitan surat tersebut tidak berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Napoleon selaku Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.
"Karena tidak ada kepentingan Div Hubinter mengurus red notice atas nama pribadi. Namun, hanya untuk kepentingan penyidik atau lembaga pemerintah," kata dia.
BACA JUGA:
Setelah mengantongi informasi soal status red notice itu, Irjen NapoleoN meminta istri Joko Tjandra yakni, Anna Boentaran membuat surat permohonan kepada Napoleon untuk mencabut red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra.
Dengan dalil surat permohonan tersebutlah, Irjen Napoleon menerbitkan surat-surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham terkait red notice Joko Tjandra.
"Justru disitulah membuka konsistensi pemohon untuk membantu pribadi Joko Soegiarto Tjandra," kata dia.
Adapun dalam kasus ini, Irjen Napoleon Bonaparte ditetapkan tersangka yang diduga sebagai penerima suap. Dia dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2020 tantang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 KUHP.
Dalam perkara suap tersebut, penyidik menyita uang senilai 20 ribu dolar AS, handphone termasuk CCTV sebagai barang bukti.