Bagikan:

JAKARTA - Irjen Napoleon Bonaparte sempat menyingung soal kenaikan pangkat jika berhasil menangkap Joko Tjandra saat masih berstatus sebagai buronan pekara korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.

Pernyataan itu disampaikan Irjen Napoleon ketika menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa perkara dugaan suap penghapusan red notice.

Semua pernyataan dari Irjen Napoleon berawal ketika jaksa penuntut umum (JPU) melontarkan pertanyaan alasan Polri tak berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) perihal pergeraka Anna Boentaran istri Joko Tjandra soal red notice.

"Terkait informasi adanya buronan, apa yang memotivasi atau mendasari bapak tidak memberikan info sepenting ini bahwa ada pergerakan dari keluarga yang meminta menghapus status red notice kepada Kejaksaan Agung?" tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Senin, 8 Februari.

Napoleon menyebut anak buahnya kecolongan. Napoleon sebagai pimpinan di Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) mengaku harus bertanggungjawab.

"Ya, memang begitu lah yang tadi kami akui staf kami tuh mereka belum sempurna, proses. Makanya saya sebagai komandan dihukum karena gagal mengawasi," jawab Napoleon. 

Kemudian, jaksa kembali menyinggung kemungkinan kesengajaan tidak memberikan informasi mengenai hal tersebut. 

"Tidak ada niat kesengajaan menutupi?" tanya jaksa. 

Tapi dengan tegas Napoleon membantahnya. Dia menyebut bila saat itu mengetahui kedatangan Joko Tjandra, maka akan langsung melakukan penangkapan. Penangkapan ini disebut Napoleon bisa berdampak pada kariernya.

"Tidak ada. Kalau saya tahu dia datang, saya tangkap. Naik karier saya, mungkin sekarang jadi bintang tiga," ujar Napoleon. 

Selain itu, Napoleon juga menyebut semua permasalahan soal red notice Joko Tjandra bermula saat NCB Interpol Indonesia berkirim surat kepada Kejaksaan Agung pada 14 April 2020. Surat itu dilayangkan terkait masa perpanjangan status red notice Joko Tjandra yang habis dalam lima tahun. Napoleon tidak terima apabila dirinya disebut sebagai pemain utama dalam kasus tersebut. 

"Masalah ini bermula inisiasi NCB Interpol bersurat kepada Kejaksaan, apakah masih butuh status Joko Tjandra. Tanpa surat 14 April, semua nggk ada yang tahu status Joko Tjandra ke mana-mana, semua hening, yang kemudian bergulir ke sana-sini," terang Napoleon.

"Pemain utama adalah NCB Interpol,” sambungnya.

Dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice, penyidik menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka berperan sebagai penerima dan pemberi. 

Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo ditetapkan sebagai tersangka karena diduga sebagai penerima suap penghapusan red notice. Sementara Tommy Sumardi dan Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan sebagai pemberi suap.

Joko Tjandra didakwa memberikan suap kepada Irjen Napoleon sebanyak SGD200 ribu dan USD270 ribu dan kepada Brigjen Prasetijo sebesar USD150 ribu.