Teman Jaksa Pinangki, Andi Irfan Jaya Divonis 6 Tahun Penjara dan Denda Rp100 Juta
Andi Irfan Jaya (DOK. ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Majelis hakim memutuskan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 6 tahun tehadap terdakwa Andi Irfan Jaya dalam perkara gratifikasi fatwa Mahkamah Agung (MA).

Selain pidana, Andi Irfan juga dijatuhi sanksi denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan.



"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana selama 6 tahun. Dan denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan," ucap hakim ketua Ignasius Eko Purwanto dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 18 Januari.



Andi Irfan Jaya terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 11 dan Pasal 15 juncto Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.



"Mengadili, menyatakan terdakwa Andi Irfan Jaya telah terbukti secara sah san meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sengaja memberi bantuan pada kejahatan korupsi dilakukan dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi," papar Eko.



Keputusan vonis untuk Andi Irfan Jaya berdasarkan dua pertimbangan. Untuk pertimbangan memberatkan, Andi Irfan Jaya dianggap membantu Joko Soegiarto Tjandra untuk tidak dieksekusi penjara atas perkara cessie Bank Bali.



Kemudian, Andi Irfan Jaya juga dianggap menutup-nutupi keterlibatan pihak lain dalam perkara ini. Bahkan, dia juga tidak mendukung program pemerintah utuk membasmi korupsi.



"Perbuatan terdakwa membantu saksi Joko Soegiarto Tjandra menghindari pelaksanaan putusan PK nomor 12 tanggal 11 juni 2009 dalam perkara cessie Bank bali Rp904 miliar yang saat ini belum dijalani," papar Eko



"Terdakwa menyangkal atas perbuatannya dan menutup-nutupi keterlibatan pihak-pihak lain dalam perkara a quo. Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam penyelenggaraan negara bersih bebas dari korupsi, kolusi nepotisme. Terdakwa berbelit-belit dan tidak mengakui kesalahannya," sambung Eko.



Sementara untuk pertimbangan meringankan, Andi Irfan Jaya dianggap bersikap sopan selama proses persidangan. Selain itu, dia merupakan tulang punggung keluarga.



"Terdakwa bersikap sopan di sidang, terdakwa adalah tulang punggung keluarga, mempunyai tanggungan anak masih kecil, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana yang dilakukannya," kata Eko.



Sebelumnya, Andi Irfan Jaya dituntut 2 tahun 6 bulan dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan. Sebab, dia diduga kuat melakukan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Permufakatan itu dilakukan Andi Irfan Jaya bersama dengan Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Joko S. Tjandra.



Permufaktan jahat ini untuk memberi atau menjanjikan uang sebesar 10 juta dolar Ameriksa Serikat kepada Pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.



Selain itu, permufakatan ini terkait dengan pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membantu Joko Tjandra agar tak dieksekusi dalam perkara korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.



Peran Andi Irfan Jaya bermula ketika diperkenalkan oleh Jaksa Pinangki Sirna Malasari kepada Joko Tjandra sebagai konsultan, pada 25 November 2019.



Sebagai konsultan, Andi Irfan Jaya disebut bisa meredam pemberitaan di media massa apabila Joko Tjandra kembali ke Indonesia. Kemudian, dia juga memberikan action plan yang sudah dirancang ke Joko Tjandra. Action plan berisi pengurusan fatwa MA.



Selain itu, Andi Irfan Jaya juga disebut sebagai perantara. Sebab, dia memberikan duit sebesar 500 ribu dolar Amerika Serikat (AS) dari Joko Tjandra ke Jaksa Pinangki Sirna Malasari.