Bagikan:

JAKARTA - Blokade Houthi terhadap saluran air di Selat Bab al-Mandab dan Laut Merah berdampak buruk pada perdagangan pangan global, menyebabkan harga naik, kata Oleg Kobyakov, direktur Kantor Penghubung Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dengan Rusia.

"Blokade Selat Bab-el-Mandab dan Laut Merah oleh Houthi berdampak negatif pada perdagangan pangan global. Biaya sewa kapal untuk melakukan perjalanan melalui rute ini meningkat hampir empat kali lipat, sementara lalu lintas kargo turun sebesar 30 persen," katanya dalam wawancara dengan TASS, seperti dikutip 5 Maret.

Lebih jauh pejabat FAO itu mengatakan, perusahaan pelayaran terbesar di dunia menolak mengirimkan barang melalui Laut Merah.

"Hal ini telah mengganggu rantai pasokan yang sudah ada. Pemilik kargo terpaksa menggunakan rute memutar, mengirimkan kapal di sekitar Tanjung Harapan untuk melakukan perjalanan antara Asia dan Eropa," jelasnya.

"Rute ini lebih panjang 8.000 kilometer dan memakan waktu 10-14 hari lebih lama, serta biaya yang harus dikeluarkan membeli bahan bakar tambahan meningkatkan pengeluaran rata-rata 15 persen," jelasnya.

"Sebagai konsekuensinya, harga pangan naik. Hal ini mengakibatkan inflasi pangan dan berkurangnya keterjangkauan produk pangan bagi konsumen akhir," tandasnya.

Kobyakov kemudian menyampaikan pandangan yang diberikan oleh Kepala Ekonom FAO Maximo Torero di Forum Global untuk Pangan dan Pertanian di Berlin pada Bulan Januari.

"Ada peningkatan risiko di Laut Merah, risiko di Laut Hitam, dan risiko yang dapat kita hadapi akibat turunnya permukaan air. di Terusan Panama, yang merupakan jalur air utama bagi kami untuk memindahkan barang ke seluruh dunia."

Diketahui, kelompok militan Houthi mengatakan akan menyerang wilayah Israel dan mencegah kapal-kapal yang berafiliasi dengan negara tersebut melewati Laut Merah dan Selat Bab al-Mandab sampai operasi di daerah kantong Palestina berakhir, menyusul konflik Hamas-Israel di Jalur Gaza.

Houthi telah menyerang puluhan kapal sipil di Laut Merah dan Teluk Aden sejak pertengahan November. Itu membuat Amerika Serikat dan sekutunya menggelar tindakan balasan dan pencegahan, termasuk dengan menyerang pangkalan kelompok itu di Yaman.