Kritik untuk Kebijakan Larangan Penggunaan Ponsel bagi Pasien Corona
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso mengkaji ulang kebijakan penggunaan ponsel bagi pasien virus Corona atau COVID-19 selama masa perawatan. Sebab, penggunaan ponsel yang berlebihan bisa memberikan dampak psikologis bagi pasien, serta bisa menjadi media penularan virus tersebut. 

Meski demikian, kebijakan itu terasa berat jika diberlakukan karena ponsel merupakan salah satu alternatif hiburan dan alat untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga. Sebab ketika berada di ruang isolasi, mereka tak diperkenankan untuk dijenguk oleh siapa pun.

Menanggapi rencana pengkajian kebijakan tersebut, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan, pelarangan penggunaan ponsel seperti ini dinilai sangat berlebihan. Meski, memang ada kemungkinan penularan COVID-19 melalui ponsel, namun persentasenya cukup kecil.

Kata dia, penyebaran virus baru bisa terjadi ketika pasien positif menggunakan ponsel lebih dari 30 menit dan ponsel itu langsung digunakan orang lain. Tapi, pola seperti ini sulit dilakukan karena mereka berada di ruang isolasi. 

"Memang bisa menjadi media penularan tapi ada catatan tertentu. Jadi larangan penggunaan ponsel seolah terlalu berlebihan," ucap Hermawan kepada VOI, Rabu, 11 Maret.

Seharusnya, kebijakan yang dibuat bukan melakukan pelarangan penggunaan ponsel, melainkan lebih meminta pasien untuk tak membaca berita yang terus membahas soal COVID-19. Sehingga, psikologis para pasien pun bisa terjaga sembari terus memberikan motivasi.

Dia menduga, larangan ini diberlakukan untuk menjaga kerahasiaan medis agar tak keluar ke masyarakat. "Ada dugaan lain di balik larangan penggunaan ponsel, yaitu menjaga kerahasiaan medis," ungkap Hermawan.

Sementara, Psikolog Universitas Indonesia Kassandra Putranto mengatakan, munculnya kebijakan itu pasti memiliki alasan yang kuat dan telah memikirkan segala resiko yang ada. Meski, dampak tertekan sudah pasti akan diterima oleh para pasien.

"Semua kebijakan pasti ada dasarnya dan itu yang paling mengerti adalah dokter. Termasuk sudah memikirkan segala dampaknya," kata Kassandra.