JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksi pertumbuhan pembiayaan multifinance di tahun 2020 diproyeksi tumbuh melambat. Salah satu penyebabnya karena mewabahnya virus corona atau COVID-19.
Kepala Departemen Pengnawasan IKNB 2B OJK Bambang W. Budiawan mengatakan, faktor utama tekanan di multifinance karena industri otomotif yang dibiayai kinerjanya juga loyo. Hal itu karena, COVID-19 ini telah mengganggu proses produksi.
"Tahun 2020 kelihatannya memang prospeknya bisa dipastikan melambat, faktor utama pertama adalah karena sektor yang dibiayai khususnya otomotif, industrinya turun. Tahun ini diperkirakan tidak akan naik," katanya, di Kantor OJK, Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu, 11 Maret.
Bambang mengungkap, tidak hanya berdampak pada pembiayaan otomotif, akibat COVID-19 ini pertumbuhan pembiayaan untuk alat-alat berat atau mesin konstruksi juga diproyeksi bakal stagnan.
Apalagi, kata Bambang, sejak dua tahun belakang, kinerja perusahaan-perusahaan pembiayaan memang sudah meredup. "Pada akhir 2019, aset perusahaan pembiayaan hanya sebesar 4 persen atau Rp518 triliun. Sementara untuk pertumbuhan pembiayaan juga dikisaran 4 persen menjadi sebesar Rp452 triliun year on year," tuturnya.
BACA JUGA:
Bambang mengatakan, sebagian besar pembiayaan tersebut masih didominasi pembiayaan multiguna 51 persen, investasi 30 persen dan sisanya modal kerja.
"Kalau dari sisi obyek pembiayaan, kebanyakan konsumtif sebesar Rp317 triliun atau 68 persen itu ada pembiayaan kendaraan bermotor. Kemudian investasi sekitar Rp124 triliun," katanya.
Sementara itu, kata Bambang, untuk pendanaan perusahaan pembiayaan pun mengalami penurunan sebesar 2,5 persen atau hampir Rp9 triliun dari tahun sebelumnya.
Bambang menjelaskan, pembiayaan perusahaan pembiayaan sebagian besar berasal dari luar negeri (80 persen) sisanya berasal dari surat berharga dan utang perusahaan pembiayaan sebesar 20 persen atau Rp68 triliun.
"Untuk laba ini cukup menarik. Naik tumbuh cukup tinggi 13 persen menjadi Rp18,13 triliun, atau tumbuh Rp2 triliun. Dari sisi kualitas masih terjaga di bawah 2,5 persen, level kredit macet (NPF) sebesar 2,4 persen," terangnya.
OJK menilai, mewabahnya COVID-19 ini berdampak ke perekonomian dan akan mempengaruhi kinerja perusahaan keuangan. Salah satunya adalah kinerja perusahaan pembiayaan yang bisa tertekan.
Bambang mengaku, telah memonitor dampak COVID-19 terhadap pembiayaan di sektor produktif. Menurut dia, sejauh ini mayoritas kredit yang diberikan perusahaan pembiayaan adalah sektor konsumtif.
"Sektor-sektor yang dibiayai ini kalau kami amati komposisinya 72 persen masih barang-barang konsumtif, yang produktif ini 28 persen sampai 30 persen," jelasnya.
Menurut Bambang, yang paling terkena dampak COVID-19 adalah sektor produktif. Sebab, dalam perbankan kredit yang dijalankan adalah kredit produktif.