Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan penyaluran kredit perbankan per Juni tahun ini masih turun. Penyebabnya adalah aktivitas ekonomi di masa pandemi COVID-19 yang masih melambat.

Namun, mulai dari Juli hingga akhir tahun, OJK yakin penyaluran kredit masih bisa tumbuh di angka 4 persen secara year on year (yoy).

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, penyaluran kredit menjadi salah satu aktivitas yang paling terdampak COVID-19. Kredit perbankan per 31 Mei 2020 hanya tumbuh 3,04 persen dibandingkan posisi per 31 Mei 2019.

"Bayangkan saja, pertumbuhan kredit sudah turun dan hanya tumbuh sekitar 3 persen di mana akhir tahun kemarin 6 persen," katanya, dalam acara webinar Indef bertajuk 'Tantangan Menata Arsitektur Sektor Keuangan di Tengah Pandemi Global', Kamis, 23 Juli.

Namun, Wimboh mengungkap, permintaan kredit sudah mulai membaik pada Juli dan diharapkan akan terus positif sampai akhir tahun 2020. Hal ini seiring dengan banyaknya stimulus yang diterima sektor riil dan industri perbankan dari pemerintah.

"Kami proyeksikan kredit mampu tumbuh 3 persen hingga 4 persen," ucapnya.

Total kredit yang tersalurkan sepanjang Mei hanya mencapai Rp5.583,25 triliun. Sedangkan pada April, realisasi kredit perbankan sebesar Rp5.609 triliun dan pada Maret sebelumnya mencapai Rp5.712,04 triliun.

"Dan kami harapkan di 2021 akan lebih back to normal," ucapnya.

Di samping itu, Wimboh juga optimistis rasio kredit macet perbankan atau non performing loan (NPL) masih dapat dijaga di bawah 3 persen. Hal itu dibarengi dengan pemberlakuan kebijakan restrukturisasi kredit.

Wimboh menuturkan NPL saat ini sudah naik menjadi 3,1 persen. Angka itu lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 2,8 hingga 2,9 persen dan 2,5 persen di April 2020.

Kenaikan NPL itu, kata Wimboh, salah satunya karena masih ada bank yang melakukan pembuatan dana cadangan, meskipun sudah melakukan restrukturisasi kredit. Padahal, lanjut dia, OJK sudah mengeluarkan aturan agar perbankan tak perlu lagi membentuk pencadangan untuk restrukturisasi kredit.

Aturan tersebut mengacu pada POJK No. 11/POJK.03/2020 serta panduan Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) pada tanggal 2 April 2020 tentang Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Penerapan PSAK 8, Peristiwa setelah Periode Pelaporan, dan PSAK 71 Instrumen Keuangan.

Dalam aturan tersebut, perbankan diminta untuk menggolongkan debitur-debitur yang mendapatkan skema restrukturisasi tersebut dalam Stage-1 dan tidak diperlukan tambahan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).