Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo menjadi sorotan publik usai viralnya video yang memperlihatkan kerumunan warga saat dia melakukan kunjungan kerja ke Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa, 23 Februari.

Jokowi ke NTT untuk meninjau pembangunan lumbung pangan baru. Kalau tidak ada pandemi, mungkin saja perdebatan kerumunan Jokowi ini tak perlu dipermasalahkan. Namun kini jadi pro-kontra lantaran terjadi di tengah pandemi virus corona (COVID-19) yang seharusnya menerapkan protokol kesehatan, salah satunya menjaga jarak.

Politisi Partai NasDem Taufik Basari mengatakan pihak istana harus mengklarifikasi kronologi kerumunan warga saat Presiden Jokowi ke Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal ini penting untuk meluruskan dugaan pelanggaran protokol kesehatan COVID-19 oleh presiden yang seharusnya menjadi contoh penerapan 5M di masyarakat. 

"Kalau menurut saya alangkah baiknya pihak istana menjelaskan kepada publik mengenai kronologi jalannya kegiatan tersebut. Misalnya, mengapa kemudian banyak masyarakat yang berkerumun, mengapa kemudian akhirnya terhenti jalannya presiden, mobilnya. Kalau penjelasannya clear bisa diterima dan dipahami masyarakat, saya kira selesai," ujar Taufik kepada VOI, Rabu, 24 Februari.

Pihak istana melalui Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin menjelaskan kronologi peristiwa yang terjadi dalam video berdurasi 30 detik itu. 

Menurutnya, saat Jokowi datang, masyarakat sudah berjejer di sepanjang jalan dari Bandara Frans Seda Maumere sampai ke Bendungan Napun Gete, Kabupaten Sikka untuk menyambut presiden.

"Saat dalam perjalanan, masyarakat sudah menunggu rangkaian di pinggir jalan, saat rangkaian melambat masyarakat maju ke tengah jalan, sehingga membuat iring-iringan berhenti," kata Bey kepada wartawan, Selasa, 23 Februari.

Bey menjelaskan Presiden Jokowi tidak hanya sekedar menyapa kerumunan massa ketika muncul di atap mobil. Tetapi juga berupaya mengingatkan kerumunan massa untuk tetap mematuhi protokol kesehatan.

"Kebetulan mobil yang digunakan Presiden atapnya dapat dibuka, sehingga Presiden dapat menyapa masyarakat, sekaligus mengingatkan penggunaan masker," kata dia.

Sementara itu, Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito enggan berkomentar lebih jauh terkait kasus kerumunan warga yang ditimbulkan Presiden Jokowi. Ia hanya mengingatkan masyarakat agar selalu menerapkan protokol kesehatan 5M.

Wiku juga meminta posko COVID-19 di level desa dan kelurahan agar lebih antisipatif terhadap kejadian seperti ini.  

"Intinya untuk masyarakat mohon terus mengingat di masa pandemi ini harus senantiasa meminimalisasi risiko penularan," kata Wiku saat diminta keterangan, Rabu (24/2).

Lalu siapakah yang harus bertanggungjawab jika kasus kerumunan warga ini dijatuhkan sanksi pelanggaran prokes?

Pengamat politik Karyono Wibowo menilai Presiden Joko Widodo tidak bisa dipersalahkan dalam konteks ini. Sebab jika diproses lebih jauh maka yang bertanggungjawab adalah pihak penyelanggara. 

"Harus dilihat persoalannya, kalau diusut ya siapa penyelenggaranya? Presiden kan hanya hadir," kata Karyono kepada VOI, Rabu malam, 24 Februari.

Relawan Peduli Pencegahan COVID-19 Tirta Mandira Hudhi atau lebih akrab disapa Dokter Tirta pun menilai sanksi kerumunan tak relevan bila diterapkan pada kasus kerumunan warga.

"Jadi kembali untuk penerapan sanksi kerumunan menurut saya sudah tidak relevan untuk ditegakkan," kata Tirta melalui video yang diunggah dari akun Instagram @dr.tirta, Rabu, 24 Februari.