Bagikan:

JAKARTA - Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran merespon kritik Mahfud MD yang menyebut program lumbung pangan atau food estate gagal dalam debat Cawapres pada Minggu, 21 Januari, malam.

Khususnya gagal dalam menjaga kelestarian alam karena proyek yang dikelola Menteri Pertahanan yang Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto.

Juru Bicara TKN Prabowo-Gibran, Dyah Roro Esti, menjelaskan terkait lumbung pangan semua sudah diatur melalui undang-undang nomor 23 tahun  2019 tentang pengolahan sumber daya nasional (PSDN). 

Dyah menyebut, aturan tersebut ada relevansinya terhadap Kementerian Pertahanan dengan leading sektornya Kementerian Pertanian dan kementerian terkait.

Dyah pun meminta program food estate dilihat niat baiknya lebih dahulu. Pasalnya, program tersebut ditargetkan akan memenuhi kebutuhan pangan pangan bagi 300 juta penduduk Indonesia pada 2050 mendatang.

"Jadi lumbung pangan ini, kita mulai dengan niat baiknya dahulu. Bahwa negara Indonesia populasinya diproyeksikan untuk bisa lebih dari 280 juta penduduk di tahun 2030 hingga lebih dari 300 juta penduduk di tahun 2050. Itu semua akan diiringi dengan permintaan energi yang semakin meningkat dan juga permintaan pangan yang juga semakin meningkat," ujar Dyah Roro Esti, Senin, 22 Januari.

"Nah, dengan niat baik ini kita melihat bahwa banyak sekali sukses story seperti di Kalimantan Tengah hingga di beberapa wilayah lainnya," sambungnya.

Anggota DPR dari Golkar itu mengatakan, inti dari food estate ini adalah bagaimana negara bisa hadir untuk meningkatkan produktivitas lahan. "Intinya, progres hanya bisa dilihat secara maksimal dalam kurun waktu lebih dari 3 tahun," tegas Dyah.

Menyoal adanya kerusakan lingkungan, anggota Komisi VII DPR itu membeberkan, Kementerian LHK sudah terlibat di dalam prosesnya. Mulai izin lahannya yang juga sudah melalui proses verifikasi dan cek langsung di lapangan.

Dyah menegaskan, izin food estate dikeluarkan untuk memberikan ruang agar lumbung pangan bisa hadir bagi rakyat Indonesia. Dia mengatakan, orang harus paham bahwa program ini tidak bisa 100 persen ramah lingkungan namun akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.

"Jadi ada faktor-faktor yang kemudian kita harus persiapkan yang penting adalah environmental cost-nya bisa kita minimalisir dengan kita mendorong sustainable sustainability," pungkasnya.