Sudah Ditahan, Edhy Prabowo Ternyata Salahgunakan Hak Kunjungan Daring yang Diberikan KPK
Gedung KPK/VOI

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan bekas stafsusnya, Andreau Pribadi Misanta diduga menyalahgunakan hak kunjungan daring yang diberikan terhadap tahanan di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Keduanya merupakan tersangka penerima suap berkaitan dengan izin ekspor benur atau benih lobster.

Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan, Rutan KPK memang memberikan fasilitas kunjungan daring bagi seluruh tahanan mereka tak terkecuali Edhy Prabowo dan Andreau. Hanya saja, kunjungan ini dibatasi hanya untuk keluarga inti.

Namun, saat keduanya mendapat jatah kunjungan itu ternyata yang muncul bukan keluarga inti yang terdaftar melainkan pihak lain.

"Pihak yang turut hadir dalam kunjungan online dimaksud ternyata tidak tercatat dan terdaftar sebagai bagian dari pihak keluarga para tersangka," kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu, 24 Februari.

Atas dugaan tersebut, dirinya kemudian memastikan pihak Rutan KPK akan lebih memperketat pelaksanaan kunjungan daring kepada para tahanan. 

"Atas kejadian tersebut, pihak Rutan KPK tentu akan lebih selektif dan aktif memantau pelaksanaan kunjungan online bagi para tahanan di Rutan KPK," tegasnya.

Diketahui, pandemi COVID-19 membuat KPK memberlakukan kebijakan kunjungan daring bagi keluarga maupun kuasa hukum yang ingin menjenguk para tahanan. Hal ini dilakukan guna mencegah terjadi penularan virus di dalam rutan.

Diberitakan sebelumnya, dalam kasus suap ekspor benur atau benih lobster ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).

Ada pun pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).

Dalam perkara ini, Edhy dan lima orang lainnya dijerat dengan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara sebagai pemberi suap, Suharjito dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.