Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati sikap Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang membatalkan penetapan tersangka eks Wamenkumham KPK Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej. Hanya saja, mereka akan mempelajari putusan tersebut.

“Pada prinsipnya sikap kami semua terhadap setiap putusan majelis hakim itu menghormatinya, termasuk dalam praperadilan dugaan suap dan gratifikasi yang melibatkan Wamenkumham EOSH,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 30 Januari.

“Namun demikian KPK akan menunggu risalah putusan lengkap sidang praperadilan ini lebih dulu untuk kami pelajari guna menentukan langkah-langkah hukum berikutnya,” sambungnya.

Ali bilang komisi antirasuah tentunya sudah memiliki dua alat bukti dalam penetapan para tersangka, termasuk Eddy Hiariej. “Ini telah kami patuhi,” tegasnya.

Lagipula, praperadilan ini menyangkut sisi formil penetapan tersangka. Sehingga tidak mengubah peranan Eddy dalam kasus suap dan gratifikasi yang menjeratnya, ungkap Ali.

“Objek sidang praperadilan ini hanya menyangkut sisi syarat formil sehingga tentu tidak menyangkut substansi atau materi pokok perkaranya,” ujar juru bicara berlatar belakang jaksa ini.

Diberitakan sebelumnya, KPK kalah dalam sidang gugatan praperadilan melawan Eddy Hiariej. Hakim tunggal memutuskan penetapan tersangka di kasus dugaan suap dan gratifikasi tidak sah.

"Hakim sampai pada kesimpulan tindakan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka tak sah dan mempunyai kekuatan hukum," ujar Hakim Estiono saat membacakan putusan, Selasa.

Hakim menganggap komisi antirasuah tak memiliki cukup bukti dalam penetapan tersangka yang diatur pada Pasal 184 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Kemudian, hakim menilai pasal yang dipergunakan KPK guna penetapan tersangka terhadap Eddy Hiariej tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Adapun, pasal yang digunakan KPK yakni Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.

"Mengadili, dalam eksepsi, menyatakan eksepsi termohon tidak dapat diterima seluruhnya," kata Hakim Estiono.