Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menganalisa langkah lanjutan setelah status tersangka penyuap eks Wamenkumham Edward Sharif Omar Hiariej atau Eddy Hiariej dan  Helmut Hermawan digugurkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan analisa ini dilakukan untuk menentukan langkah lanjutan. Mereka memastikan kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Eddy dan Helmut tak akan begitu saja selesai dengan putusan yang diketuk.

“Substansi materi perkara tentu tidak gugur. Sehingga nanti kami analisis lebih lanjut untuk mengambil langkah hukum berikut,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan yang dikutip Rabu, 28 Februari.

Ali menyebut putusan yang sudah diketuk majelis hakim bakal dihargai. Namun, komisi antirasuah tetap yakin perkara sudah ditangani sesuai dengan aturan yang berlaku.

Penyidik disebut Ali sudah bekerja dengan profesional. “Kami hargai sekalipun kami sangat yakin dengan apa yang ditangani pada penyidikan perkara tersebut dilakukan dengan sangat patuh pada ketentuan hukum acara pidana yang berlaku khusus bagi KPK,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, PN Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Helmut Hermawan selaku Direktur PT Citra Lampia Mandiri pada Selasa, 27 Februari. Statusnya sebagai penyuap Eddy Hiariej dinyatakan tidak sah.

Hakim Tunggal PN Jaksel Tumpanuli Marbun saat membacakan putusannya menilai penetapan tersangka terhadap Helmut tak sah dan dua alat bukti tidak mencukup. Alasannya, proses ini dilakukan bersamaan dengan proses penyidikan.

Padahal, harusnya penyidikan lebih dulu dilakukan baru ditetapkan tersangka. Bukan ditetapkan dulu sebagai tersangka baru dikumpulkan buktinya.

Selain itu, hakim juga mengabulkan gugatan tersebut karena status tersangka Eddy juga gugur di praperadilan. Dalam kasus suap, harusnya tersangka pemberi dan penerima harus sejalan dan berkaitan.

Adapun dalam kasus suap, Eddy diduga menerima suap sebesar Rp8 miliar lewat dua anak buahnya dari Helmut. Pemberian diduga terkait pengurusan administrasi di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) hingga janji pengurusan perkara di Bareskrim Polri.