JAKARTA - Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menyebut lembaganya menghargai pembatalan status tersangka eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Sharif Omar Hiariej atau Eddy Hiariej.
Hanya saja, dia menilai putusan yang diketuk Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan tersebut perlu dikaji.
“Kenapa hakim praper [praperadilan] yang ini, ya. Kita menghargai independensi hakim dalam membuat suatu putusan tapi terus kami kaji,” kata Nawawi di Gedung ACLC KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu, 31 Januari.
Nawawi merasa kajian perlu dilakukan mengingat sudah 20 tahun komisi antirasuah menggunakan Pasal 44 UU KPK sebagai dasar hukum. Tapi, Hakim Tunggal PN Jaksel Estiono menyebut penetapan Eddy tidak sah karena tak sesuai Pasal 184 Ayat (1) KUHAP.
“KPK ini kan sudah 20 tahun SOP yang digunakan selama ini seperti itu dan tidak ada persoalan,” tegasnya.
“Kalau memang persoalannya terkait dengan alat bukti yang ditemukan pada saat penyidikan dan mengabaikan Pasal 44, ya, kita penuhi saja kan. Kan tidak menghilangkan substansi perkara,” sambung Nawawi.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, KPK kalah dalam sidang gugatan praperadilan melawan Eddy Hiariej. Sebab, hakim tunggal memutuskan penetapan tersangka di kasus dugaan suap dan gratifikasi tidak sah.
"Hakim sampai pada kesimpulan tindakan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka tak sah dan mempunyai kekuatan hukum," ujar Hakim Estiono, Selasa, 30 Januari.
Dalam pertimbangan putusan itu, KPK dianggap tak memiliki cukup bukti dalam penetapan tersangka yang diatur pada Pasal 184 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Kemudian, hakim menilai pasal yang dipergunakan KPK guna penetapan tersangka terhadap Eddy Hiariej tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Adapun, pasal yang digunakan KPK yakni Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.
"Mengadili, dalam eksepsi, menyatakan eksepsi termohon tidak dapat diterima seluruhnya," kata Hakim Estiono.