Bagikan:

JAKARTA - Sebanyak 32 dari 47 prefektur di Jepang, sedang mempertimbangkan pengenalan bus self-driving Level 4, kendaraan yang sepenuhnya otomatis dalam kondisi tertentu, menurut survei Kyodo News, mencerminkan meningkatnya ekspektasi terhadap teknologi baru sebagai cara untuk mengatasi kekurangan pengemudi yang semakin parah.

Jumlah tersebut meningkat menjadi 36 prefektur ketika ditanya apakah mereka berencana bereksperimen dengan atau menggunakan bus Level 2, yang memungkinkan pengemudi melepaskan tangan mereka dari kemudi dan mendapatkan bantuan dalam pengereman dan akselerasi.

Jepang diketahui merevisi undang-undang lalu lintas jalan raya pada Bulan April lalu, membuka jalan bagi kendaraan tanpa pengemudi Level 4 untuk beroperasi di jalan umum. Persiapan sedang dilakukan untuk bus-bus tersebut untuk mengangkut orang ketika Osaka menjadi tuan rumah Pameran Dunia 2025.

Dari 32 prefektur yang positif mengenai penggunaan bus Level 4, Fukui dan Fukuoka mengatakan keputusan telah diambil untuk memperkenalkan bus tersebut untuk transportasi umum, sementara 30 prefektur mengatakan rencana tersebut "sedang dipertimbangkan." 15 lainnya tidak mempunyai rencana seperti itu.

Bagi prefektur yang berencana memperkenalkannya, program ini akan dibatasi pada beberapa wilayah di dalam satu prefektur saja, tidak mencakup seluruh wilayah, dikutip dari Kyodo News 20 Januari.

Sebanyak 39 prefektur menyatakan memerlukan bus otonom Level 4, dengan alasan antara lain kebutuhan untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja, membuat transportasi dapat diakses oleh orang-orang di daerah pegunungan terpencil.

Diketahui, kekurangan pengemudi merupakan masalah mendesak bagi sektor transportasi di Negeri Sakura, yang kemungkinan akan diperburuk dengan rencana penerapan pembatasan jam kerja bagi pengemudi mulai Bulan April.

Menurut Teikoku Databank, 98 dari 127 operator bus swasta yang disurvei di Jepang mengurangi atau menghapuskan beberapa rute pada tahun 2023 karena kesulitan mendapatkan pengemudi.

Perusahaan riset kredit tersebut menunjukkan kemungkinan, rute di wilayah perkotaan, yang jumlah penggunanya relatif tinggi, juga dapat disederhanakan.

Meskipun ekspektasi terhadap bus self-driving di jalan umum cukup tinggi, namun permasalahan keselamatan masih tetap ada. Dalam survei tersebut, banyak prefektur menggarisbawahi perlunya memastikan keamanan dan keuntungan.

Sebelumnya, layanan transportasi bus otonom Level 4 dimulai di Eiheiji, Prefektur Fukui, pada Mei lalu. Namun, tabrakan kecil dengan sepeda pada bulan Oktober menyebabkan layanan tersebut dihentikan.

Selama uji coba di Fukuoka barat daya Jepang pada Bulan November, sebuah bus Level 2 mengalami tabrakan kecil dengan taksi. Tidak ada yang terluka.

Ada juga contoh di mana kamera yang dipasang di kendaraan mengidentifikasi hujan dan salju sebagai penghalang, sehingga memaksa kendaraan untuk berhenti.

Penerimaan publik adalah tantangan lainnya. Dalam survei MM Research Institute yang menargetkan 3.000 orang, 40 persen responden menyebut kekhawatiran akan keselamatan sebagai kelemahan kendaraan tanpa pengemudi.

Takashi Hikasa, pakar mengemudi otonom, mengatakan, pemahaman dan kerja sama masyarakat sangat penting untuk memperkenalkan bus tanpa pengemudi.

Dengan kendaraan self-driving, "kita bisa memperkirakan jumlah kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan manusia akan menurun. Namun ada juga kekhawatiran bahwa mereka mungkin melakukan kesalahan mendasar yang tidak dilakukan manusia," terang Hikasa yang merupakan dosen di Universitas Tama.