JAKARTA - Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis menegaskan keberpihakan Presiden Joko Widodo kepada salah satu pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024 bisa memicu pemakzulan.
Dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan pemakzulan dapat diajukan jika presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya.
Hal ini menanggapi pernyataan Jokowi yang menyebut presiden dan menteri boleh berkampanye dan memihak. Todung menyebut, cawe-cawe Jokowi dalam pemilu tak menutup kemungkinan melakukan perbuatan tercela yang melanggar amanat konstitusi.
"Kalau presiden tidak melaksanakan tugasnya, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka bisa saja hal ini ditafsirkan sebagai perbuatan tercela. Dan kalau ini disimpulkan sebagai perbuatan tercela, maka ini bisa dijadikan sebagai alasan untuk pemakzulan," kata Todung di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta Pusat, Kamis, 25 Januari.
Todung mengingatkan, Jokowi harus ingat pada sumpah jabatan yang diucapkan saat menjabat Presiden RI, yakni berjanji akan melaksanakan konstitusi dan hukum. Jokowi sebagai Presiden harus berada di atas semua kelompok, di atas semua golongan, di atas semua suku, agama, dan partai politik. Hal ini diamanatkan dalam UUD 1945.
Selain itu, Todung menekankan bahwa Pasal 282 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan bahwa pejabat negara dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
Kemudian, dalam Pasal 282 UU Nomor 7 Tahun 2017 menegaskan pejabat negara dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama dan sesudah kampanye.
"Coba baca baik-baik pasal 282 dan 283 ini. Coba baca sumpah presiden pada pasal 9 UUD 1945. Akan sangat mudah menyimpulkan bahwa keberpihakan dalam pemilu dan pilpres akan menciderai integritas pemilu dan pilpres, akan menggerus netralitas dalam pemilu dan pilpres, akan membuat pemilu tak lagi luber dan jurdil," imbuhnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Jokowi menegaskan tiap orang punya hak politik dan demokrasi, termasuk para menteri. Bahkan, Jokowi mengatakan seorang presiden pun boleh memihak dan berkampanye.
“Hak demokrasi, hak politik setiap orang setiap menteri sama saja. Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh,” ungkap Jokowi di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Jokowi menyebut, sebagai pejabat publik, dirinya maupun para menteri boleh berpolitik. Tapi, yang harus diingat, fasilitas negara tidak boleh digunakan selain untuk pekerjaannya.
“Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” tegasnya.
“Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini enggak boleh, berpolitik enggak boleh, boleh. Menteri juga boleh,” sambung Jokowi.
Meski begitu, Jokowi tak menjelaskan banyak soal kepastian tidak adanya konflik kepentingan jika presiden dan para menteri memihak pasangan tertentu di Pilpres 2024. Ia hanya mengatakan perundangan hanya melarang penggunaan fasilitas negara.
“Itu saja, yang mengatur hanya tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Itu aja,” pungkasnya.