Bagikan:

JAKARTA - Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko, merespons isu pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dilontarkan TPN Ganjar-Mahfud. 

Menurut Budiman, niat TPN untuk menggulingkan pemerintahan Jokowi hanya karena mendukung pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

"Silakan kalau berpikir seperti itu. Sebelum Jokowi berbicara itu pun isu pemakzulan juga banyak diomongin kok ya, jadi Pak Jokowi berbicara itu atau tidak berbicara, saya pikir memang niat mereka memang untuk memakzulkan," ujar Budiman di Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat, 26 Januari. 

Budiman lantas memberi contoh, ada pihak yang ingin membubarkan pesta lantaran tak dapat tiket.

"Sekarang gini deh, siapa sih yang berkepentingan membubarkan sebuah pesta? Mereka yang tidak diundang di pesta itu atau mereka yang tidak bisa menangkan tiket war dari pesta itu? Jangan-jangan ini orang yang sudah yakin itu akan bisa menangkan tiket war untuk menjadi presiden untuk dilantik di bulan Oktober," kata Budiman. 

Mantan politikus PDIP itu juga mengibaratkan pihak yang ingin memakzulkan Jokowi seperti anak kecil yang tengah berebut layangan. Karena tidak dapat, kata Budiman, anak kecil itu  marah sehingga merobek-robek layangan yang tak bisa mereka rebut. 

"Saya nggak tahu pernah rebutan main layangan nggak waktu kecil? Saya suka rebutan layangan. Kalau yang layangannya putus, suka robek-robek layangannya yang engga tuh," ucapnya. 

"Saya kira orang-orang berpikir pemakzulan, saya pikir mereka masih dalam tahap anak-anak merobek layangan putus yang tidak bisa mereka rebut," kata Budiman. 

Sebelumnya, Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis menegaskan keberpihakan Presiden Joko Widodo kepada salah satu pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024 bisa memicu pemakzulan.

Dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan pemakzulan dapat diajukan jika presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya.

Hal ini menanggapi pernyataan Jokowi yang menyebut presiden dan menteri boleh berkampanye dan memihak. Todung menyebut, cawe-cawe Jokowi dalam pemilu tak menutup kemungkinan melakukan perbuatan tercela yang melanggar amanat konstitusi.

"Kalau presiden tidak melaksanakan tugasnya, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka bisa saja hal ini ditafsirkan sebagai perbuatan tercela. Dan kalau ini disimpulkan sebagai perbuatan tercela, maka ini bisa dijadikan sebagai alasan untuk pemakzulan," kata Todung di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta Pusat, Kamis, 25 Januari.