Bagikan:

JAKARTA - Ketua BPOKK Partai Demokrat Herman Khaeron menanggapi opsi pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dianggap cawe-cawe di Pilpres 2024 dengan mendorong putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto.

Jokowi juga disebut memberikan rekomendasi strategis untuk pemenangan Prabowo-Gibran. 

Herman menilai, opsi tersebut masih sebatas opini yang dibangun Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dia mengatakan, Demokrat masih akan melihat perkembangan ke depan apakah ada unsur yang disangkakan atau tidak.  

"Kan itu masih opini yang dibangun, kan tidak ada di sini yang kemudian menyampaikan proposal untuk ke sana (pemakzulan) kan tidak ada. Itu kan masih opini yang dibangun oleh beberapa pihak, yang kita lihat saja perkembangannya ke depan," ujar Herman Khaeron di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 2 November. 

Karenanya, Herman mengaku belum bisa memastikan sikap Demokrat terkait opsi pemakzulan yang dilempar PKS tersebut. Apakah mendukung atau menolak. Termasuk soal opsi hak angket terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK).  

"Ke mana dulu di lemparnya, ini kan kalau hak yang dimiliki oleh DPR kan ada hak bertanya, hak angket, dan hak menyatakan pendapat, itu kan hak yang ditujukan kepada pemerintah. Nah sekarang korelasinya di mana? Dan kalaupun ada yang mengajukan proposal untuk memperkarakan MK ya proposalnya mana, seperti apa, tujuannya apa, kami ya sampai sekarang kan belum mengetahui seperti apa arahnya," jelas Herman. 

"Dan kalaupun opini-opini yang dibangun di publik ya tentu kita hargailah itu sebagai pendapat, pandangan yang tentu bagian dr dinamika politik," kata Herman Khaeron. 

Sebelumnya, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, membuka opsi pemakzulan terhadap Presiden Joko Jokowi bila dugaan cawe-cawe atau campur tangan dalam Pilpres 2024 terbukti. 

“Kalau jadi dan faktanya verified, pemakzulan bisa menjadi salah satu opsi,” kata Mardani kepada wartawan, Selasa, 31 Oktober. 

Mardani menilai, cawe-cawe Jokowi menabrak banyak peraturan yang berbahaya bagi proses demokrasi. Untuk itu, perlu menjadi perhatian bersama karena merupakan indikasi ketidaknetralan Presiden dalam Pemilu 2024.

“Cawe-cawe-nya berbahaya sekali. Menabrak banyak hal. Cawe-cawe yang berlebihan ini bisa membuat banyak hal menjadi tidak jurdil, padahal syaratnya jurdil,” kata Mardani.