Bagikan:

JAKARTA - Dikenal sebagai kota pelajar dan tujuan wisata budaya dan alam, kota Yogyakarta (Jogja) ternyata dihadapkan dengan persoalan polusi udara. Dalam satu minggu terakhir saja, kualitas udara di Jogja tercatat dalam kondisi bervariasi dengan rata-rata kondisi sedang (moderate)

Dalam kondisi ini, masyarakat yang termasuk dalam kelompok sensitif disarankan menggunakan masker untuk menghindari paparan polusi. Guna mengatasi persoalan tersebut, berbagai elemen masyarakat Jogja berkolaborasi meluncurkan kampanye 'Jogja Lebih Bike'.

Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran warga Jogja dan pemangku kepentingan tentang masalah polusi udara serta mendorong perubahan baik di sisi kebijakan hingga perilaku masyarakat dalam memilih moda transportasi yang lebih ramah lingkungan. 

Arif Wismadi dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada (Pustral UGM) menyatakan, seiring dengan pertumbuhan laju motorisasi yang pesat, sumber bergerak atau transportasi darat terbukti menyumbang lebih dari 60 persen dari total emisi di Jogja.

Terdapat tiga opsi kebijakan untuk mengatasi permasalah ini, yaitu mengurangi jumlah atau jarak perjalanan, inovasi teknologi dan efisien, serta perpindahan ke moda transportasi yang ramah lingkungan.

"Jogja Lebih Bike tentunya merupakan inisiatif yang sangat baik karena mendorong masyarakat melakukan perubahan pilihan moda transportasi yang minim emisi. Sebagai bagian dari kolaborasi dengan Jogja Lebih Bike, Pustral UGM saat ini tengah melaksanakan Studi Kelayakan Bersepeda (Bikeability Study)," ujar Arif dalam keterangan yang diterima, Jumat 19 Februari.

Dalam mobilitas harian, 88 persen masyarakat Jogja masih sangat bergantung pada kendaraan bermotor, terutama sepeda motor dan hanya 2,6 persen warga yang telah bersepeda. Inisiatif Jogja Lebih Bike hadir sebagai gerakan bersama masyarakat dalam menghidupkan kembali sepeda sebagai bagian dari aktivitas harian dan wujud kontribusi kolektif dalam menciptakan udara yang lebih bersih di Jogja.

Kerja sama berbagai mitra mulai dari akademisi, lembaga swadaya masyarakat, hingga komunitas pesepeda melalui Jogja Lebih Bike dibangun untuk menggerakkan percakapan publik tentang pentingnya kualitas udara yang baik dan mendorong partisipasi warga dalam menciptakan udara bersih melalui kegiatan bersepeda.

Untuk membantu masyarakat mendapatkan data kualitas udara secara real-time, Jogja Lebih Bike juga bekerja sama dengan Nafas, sebuah startup dengan jaringan sensor kualitas udara terbesar di Indonesia. Lima sensor kualitas udara telah dipasang di berbagai titik polusi di Jogja yaitu di Gondolayu (Tugu), Sayidan, Umbulharjo, Jembatan Janti dan di kampus UGM.

Piotr Jakubowski, Co-founder dan Chief Growth Officer Nafas menyatakan, data kualitas udara yang dapat diakses secara mudah dan real-time saat ini masih terbatas, padahal data kualitas udara menjadi penting untuk dijadikan acuan bagi masyarakat dalam beraktivitas, terutama bagi kelompok sensitif, misalnya anak-anak, orang lanjut usia dan orang dengan penyakit pernapasan.

"Data real-time kualitas udara dapat diakses secara mudah dan gratis melalui aplikasi Nafas maupun website Jogja Lebih Bike," ungkapnya.

Selain mengedukasi masyarakat tentang polusi udara melalui instagram dan berbagai kegiatan lainnya, kampanye ini juga mengajak para pesepeda untuk membagikan cerita mereka melalui #jogjalebihbike agar dapat menginspirasi seluruh masyarakat Jogja untuk turut mendukung gerakan kolaboratif ini.

WHO melaporkan 7 juta kematian prematur terkait polusi udara telah terjadi di seluruh dunia pada 2017. Data polusi udara dari Kementerian Lingkungan Hidup menunjukan selama enam bulan pada 2019, Jogja hanya memiliki 50 hari dengan kualitas udara baik, dan 92 sisanya kualitas udara jogja terpantau moderat hingga tidak sehat.

Dalam laporan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2019, kualitas udara di Jogja juga dilaporkan mengalami penurunan dalam kurun waktu lima tahun.