Kasus COVID-19 di Jakarta, Pempov DKI: 90 Persen OTG dan Gejala Ringan   
Ilustrasi tes swab pada masa pandemi Covid-19 pada 2022 (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinkes DKI Jakarta, Ngabila Salama menjelaskan karakteristik kasus COVID-19 yang kini kembali meningkat di Jakarta. Kini, mayoritas kasus merupakan orang tanpa gejala (OTG) dan bergejala ringan.

"Sebanyak 90 persen kasus positif adalah OTG dan bergejala ringan. Mereka isolasi mandiri di rumah dan akan sembuh," kata Ngabila dalam pesan singkat, Senin, 18 Desember.

Ngabila menuturkan, dalam sepekan terakhir, rata-rata penambahan kasus positif COVID-19 baru sebanyak 200 kasus per hari. Angka ini meningkat dari pekan lalu, di mana akumulasi kasus baru selama sepekan sebanyak 271 kasus positif.

Namun, Ngabila menegaskan kondisi penyebaran virus corona di Jakarta masih terkendali. Hal ini dilihat dari penggunaan tempat tidur di rumah sakit bagi pasien COVID-19 saat ini.

"Pemakaian tempat tidur RS sekitar 5 persen dari total tempat tidur yang disediakan atau sekitar 50-60 pasien yang sedang di rawat inap di RS. Angka ini merupakan 10 persen dari kasus aktif positif di Jakarta," urainya.

Ngabila lalu menjelaskan penyebab peningkatan kasus COVID-19 setelah Indonesia memasuki masa endemi dan pergerakan masyarakat atau mobilitas yang cenderung stabil.

Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinkes DKI Jakarta, Ngabila Salama menjelaskan, kenaikan kasus COVID-19 disebabkan oleh peralihan musim kemarau ke musim hujan, penurunan imunitas vaksinasi, hingga munculnya varian baru virus corona.

"Imunitas seseorang menurun, kelembaban udara tinggi membuat virus lebih mudah masuk ke dalam tubuh. Lalu, antibodi COVID-19 mulai menurun 6 bulan sesudah vaksinasi," ujar Ngabila.

Ngabila menjelaskan, kasus COVID-19 kali ini didominasi oleh subvarian EG.5. Subvarian EG.5 merupakan turunan dari varian omicron dan masuk dalam kategori variants of interest (VOI) atau varian yang memiliki mutasi genetik yang diprediksi dapat mempengaruhi karakteristik klinis virus.

"Walaupun mutasi memang lebih cepat menular virusnya, tetapi gejala yang muncul seharusnya tidak lebih berat," ucap Ngabila.

Lebih lanjut, Ngabila menjelaskan kebijakan utama pemerintah dalam menghadapi kenaikan kasus COVID-19 adalah melindungi kelompok rentan dengan cara melengkapi vaksinasi segera dan deteksi dini.

"Sejak endemi Juni 2023, tanggung jawab utama ada pada diri masing-masing masyarakat. Tapi, pemerintah tidak pernah bosan menghimbau dan menyediakan secara gratis. Perketat prokes pakai masker dan cuci tangan. Kalau mau mencegah keparahan dan kematian, vaksinasi msh sangat efektif, untuk menambah jumlah antibodi juga di dalam tubuh," imbuhnya