Bagikan:

JAKARTA - Tim advokasi Bidang Hukum (Bidkum) Polda Metro Jaya seolah menyindir kubu Firli Bahuri mengenai proses penyelidikan yang menjadi salah satu persolaan di balik gugatan praperadilan penetapan tersangka pada kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Sindiran itu bermula saat salah seorang anggota Bidkum Polda Metro Jaya meminta saksi Denny Siregar yang merupakan penyidik Subdit III Dittipidkor Bareskrim Polri untuk menjelaskan tahapan penyelidikan kasus tersebut

"Pertanyaan saya supaya kegalauan hati, supaya kerisauan hati dari pemohon ini terjawab, supaya kecurigaan hati dari pemohon ini terjawab, pertanyaan saya apakah setelah saksi bergabung dengan tim, saudara melihat adakah disitu penyelidikan?" tanya anggota Bidkum Polda Metro Jaya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 15 Desember.

Saksi Denny menjawab dengan menyatakan bahwa proses penyelidikan dalam kasus pemerasan terhadap SYL itu telah dilakukan. Bahkan, dikatakan, para penyelidik melakukan proses pemfilteran dalam bentuk pengumpulan barang bukti dan sejumlah keterangan saksi terkait perkara tersebut.

"Ternyata pemfilteran sebelum dilakukan penyelidkan pun dilakukan rangkaian-rangkaian pengumpulan dan keteramgan untuk melihat ada atau tidaknya indikasi peristiwa tindak pidana korupsi sebagai bentuk kehatihatian, sebagai bentuk ketelitian rekan rekan penyelidik di Polda Metro Jaya, demikian," sebut Denny.

Mendengar kesaksian itu, anggota Bidkum Polda Metro itu kembali menyindir kubu Firli dengan beberapa kalimat yang bernada satire. Dikatakan, bila keterangan Denny dapat menjawab kegalauan Firli Bahuri.

"Baik terima kasih saudara saksi fakta, semoga itu bisa menjawab keraguraguan, kegalauan, kerisauan hati daripada saudara pemohon," katanya.

Diketahui, dalam gugatan praperadilan, Firli Bahuri meminta majelis hakim Imelda Herawati untuk memerintahkan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menerbitkan surat Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi yang menetapkannya sebagai tersangka.

Alasan di balik permohonan itu karena dinilai surat perintah penyidikan yang diterbitkan Karyoto tidak sah. Sebab, surat itu dikeluarkan di hari yang sama dengan penerbitan laporan polisi (LP) pada 9 Oktober.

Terlebih hal itu tak sesuai dengan ketentuan proses penyelidikan dan penyidikan yang telah diatur secara tegas dan jelas pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya pada Pasal 1 angka 2 KUHAP juncto Pasal 1 angka 5 KUHAP.