Polda Metro Nilai Dokumen Kasus Korupsi di DJKA yang Dilampirkan Kubu Firli Bahuri Tak Relevan
Penyerahan berkas perkara Ketua KPK nonaktif KPK Firli Bahuri oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya ke Kejati DKI Jakarta, Jumat (15/12/2023). (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Polda Metro Jaya menyoroti kubu Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Firli Bahuri, soal pelampiran berkas kasus dugaan korupsi Direktorat Jenderal Perkeretapian (DJKA) yang melibatkan Muhammad Suryo dalam persidangan praperadilan.

Kepala Bidang Hukum (Kabidkum) Polda Metro Jaya Kombes Putu Putera Sadana menilai pelampiran berkas itu tak linier dengan pokok persoalan dalam gugatan.

"Ada beberapa dokumen yang tidak linier terhadap kasus yang disampaikan oleh pemohon. Apa itu? Ada salah satunya adalah dokumen-dokumen yang tidak terkait dengan konteksnya," ujar Putu kepada wartawan, Senin, 18 Desember.

"Yaitu kita menyidik dugaan pemerasan yang dilakukan oleh tersangka. Di mana ini terjadi di Kementerian Pertanian. Namun ada beberapa dokumen yang tidak linier di Kementerian Perhubungan dalam hal ini, kereta api," sambungnya.

Putu mempertanyakan soal kerahasian berkas laporan hasil penyelidikan tersebut. Sebab, kubu Firli membukannya dalam persidangan praperadilan.

"Ini merupakan sebuah temuan yang tentunya kami ungkap di fakta persidangan untuk bertanya kepada saksi maupun ahli. Apakah ini merupakan dokumen rahasia yang patut atau tidak sewajarnya untuk dikemukakan di sidang peradilan. Khususnya di pra-peradilan," sebutnya.

Menurutnya, dalam peraturan Makamah Agung nomor 4 tahun 2016 Pasal 2 Ayat 2 telah menyatakan bahwa secara umum minimal dua alat bukti dan harus bukti formil yang harus dikemukakan.

"Tidak masuk ke pokok perkara," kata Putu.

Adapun, kubu Firli Bahuri dalam repliknya sempat menyatakan penetapannya sebagai tersangka di kasus dugaan pemerasan terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian (Kementan) merupakan bukan penegakan hukum murni.

Sebab, diduga ada latar belakang Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto untuk melindungi Muhammad Suryo di perkara korupsi yang ditangani KPK.

Muhammad Suryo merupakan Komisaris PT Surya Karya Setiabudi (SKS). Dia diduga menerima uang sleeping fee sejumlah Rp9,5 miliar dari janji Rp11 miliar.

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas 1 wilayah Jawa Bagian Tengah (Jabagteng), Putu Sumarjaya.

Sleeping fee adalah pemberian sejumlah uang dari peserta lelang yang dimenangkan kepada peserta yang kalah sebagai kebiasaan dalam pengaturan lelang proyek.

Lelang dimaksud berkaitan dengan paket Pembangunan Jalur Ganda Ka Antara Solo Balapan-Kadipiro -Kalioso KM96+400 sampai dengan KM104+900 (JGSS 6) Tahun 2022, Pembangunan Jalur Ganda Ka Elevated Antara Solo Balapan-Kadipiro KM104+900 sampai dengan KM106+900 (JGSS 4) Tahun 2022, dan Track Layout Stasiun Tegal (TLO Tegal) Tahun 2023.