Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengaku mendengar adanya ancaman ke koleganya terkait pengusutan dugaan suap proyek di Ditjen Perkeretaapian (DJKA). Ia mengaku mendapat pengakuan dari beberapa pimpinan tapi tak dirinci siapa saja.

“Saya hanya mendengar cerita dari beberapa pimpinan begitu. Benar atau tidaknya nanti yang bersangkutan sendiri (yang cerita, red),” kata Alexander kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan yang dikutip Kamis, 21 Desember.

Alexander mengaku tak pernah dapat ancaman dalam kasus tersebut, termasuk dari eks Deputi Penindakan dan Eksekusi Irjen Karyoto yang kini menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya. Sebab, dia tak menyimpan nomornya.

“Saya enggak punya nomor HP-nya. Enggak pernah telepon saya," tegasnya.

Sehingga, dia tak bisa menjelaskan lebih lanjut soal kabar ancaman yang terungkap dalam praperadilan Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. 

Pengajuan ini dilakukan untuk melawan status tersangka dugaan pemerasan atau penerimaan gratifikasi dari eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

“Cerita. Hanya cerita, benar atau tidaknya tentu yang bersangkutan sendiri kan. Saya kan hanya testimoni de auditu,” ujar Alexander.

Diberitakan sebelumnya, kubu Firli Bahuri menyampaikan kasus dugaan pemerasan yang menjeratnya bukan murni penegakan hukum. Ada hal yang melatari yaitu penyidikan perkara Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Direktorat Jenderal Perkeretapian (DJKA) yang dilakukan oleh KPK tanggal 12 April 2023.

Pada perkara itu, Muhammad Suryo disebut terlibat. Dia menerima sleeping fee sebesar Rp11,2 miliar. Uang itu disebut sudah diterima melalui transfer ke rekening istrinya sejumlah Rp9,5 miliar.

Nama ini kemudian dikaitkan dengan Irjen Karyoto yang disebut membantu Suryo. Bahkan, klaimnya Kapolda Metro Jaya itu sempat mengancam penyidik hingga pimpinan KPK

Bahkan, jenderal bintang dua itu disebut sempat mendatangi Nawawi Pomolango dan meminta tak menetapkan Suryo sebagai tersangka di kasus suap.

Sementara itu, Tim advokasi Bidang Hukum (Bidkum) Polda Metro Jaya membantah replik yang dibacakan Ian Iskandar yang merupakan pengacara Firli. 

“Termohon tidak perlu menanggapinya,” kata anggota tim advokasi Bidkum Polda Metro Jaya dalam persidangan, Rabu, 13 Desember.

Tim ini juga menilai dalil dari kubu Firli Bahuri itu sangat bias. Sebab, tak pernah ada dalam permohonan praperadilan. Sehingga, perihal tersebut dianggap hanyalah asumsi yang sesat dan mengada-ada dan mengaburkan tujuan diajukannya praperadilan.