Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri AKP Denny Siregar menyebut ada empat alat bukti yang didapat guna menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Firli Bahuri, sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.

Pernyataan itu disampaika saat menjadi saksi fakta yang dihadirkan tim advokasi Bidang Hukum (Bidkum) Polda Metro Jaya dalam persidangan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Bermula saat Denny menjelaskan rangkaian proses penyidikan yang dilakukan seperti mengumpulkan bukti dan petunjuk guna menindaklanjuti Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang diterbitkan pada 9 Oktober 2023.

"Yang pertama, (bukti) keterangan saksi, kedua surat, sebagaimana formil, dengan surat perintah penyitaan, penggeledahan dan seterusnya," ujar Denny dalam persidangan, Jumat, 15 Desember.

Dengan temuan alat bukti itu, penyidik kemudian melakukan gelar perkara. Hasilnya, sepakat Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka.

"Kemudian, kami juga menemukan alat bukti petunjuk di dalam UU Tipikor yang diakomodasi atau dimuat dalam Pasal 26 a yang mana setelah kami memperoleh tiga alat bukti tersebut, lalu kemudian kami meminta keterangan ahli. Terdapat persesuaian baik alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lainnya sehingga diperoleh empat alat bukti," sebutnya.

Pada kesempatan itu, Denny juga menyampaikan bila tim penyidik gabungan Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri sudah memeriksa puluhan saksi. Satu di antaranya Firli Bahuri.

Pemeriksaan terhadap Ketua KPK nonaktif itu dilakukan sebanyak dua kali dan berlangsung di Bareskrim Polri.

"Jumlah saksi sebanyak 90 yang tadi sudah kami sebutkan termasuk di dalamnya kami sudah memeriksa tersangka dalam kapasitasnya sebagai saksi dan calon tersangka," kata Denny.

Sebagai pengingat, Penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan Rabu, 22 November.

Beberapa alat bukti yang menjadi dasar penetapan tersangka yakni, dokumen penukaran valas senilai Rp7,4 miliar. Kemudian, ada juga hasil ekstraksi 21 ponsel.

Firli disangkakan dengan Pasal 12e, 12B atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 65 KUHP. Ia terancam pidana penjara seumur hidup.

Hanya saja, Firli Bahuri tak terima dan mengajukan gugatan praperadilan. Dia menilai penetapannya sebagai tersangka tidak sah.

Firli Bahuri meminta majelis hakim Imelda Herawati untuk memerintahkan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menerbitkan surat Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi yang menetapkannya sebagai tersangka.

Alasan di balik permohonan itu karena dinilai surat perintah penyidikan yang diterbitkan Karyoto tidak sah. Sebab, surat itu dikeluarkan di hari yang sama dengan penerbitan laporan polisi (LP) pada 9 Oktober.

Terlebih, hal itu dinilai pengacara Firli, tak sesuai dengan ketentuan proses penyelidikan dan penyidikan yang telah diatur secara tegas dan jelas pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya pada Pasal 1 angka 2 KUHAP juncto Pasal 1 angka 5 KUHAP.