Ahli Hukum Pidana UII Bicara Unsur Permufakatan Jahat, Joko Tjandra Tak Terbukti
Joko Tjandra (Foto: ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir menyinggung soal unsur pemufakatan jahat dalam kasus Joko Tjandra tidak terpenuhi.

Sedianya, Mudzakir menjadi ahli dalam persidangan dugaan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dan penghapusan red notice dengan terdakwa Joko Tjandra.

Pernyataan itu diawali ketika kuasa hukum Joko Tjandra, Soesilo mengibaratkan sebuah kasus. Ada tiga orang yang merencanakan sesuatu perbuatan yang melawan hukum. Tapi dalam prosesnya, satu orang di antaranya memilih mengundurkan diri dan tak mau terlibat.

Dengan contoh itu, lantas Soesilo melanjutkan dengan melontarkan pertanyaan apakah dalam kasus unsur permufakatan jahat masih terpenuhi. Sebab, contoh kasus itu serupa dengan runutan perkara dugaan gratifikasi fatwa MA.

"Pertanyaan saya adalah apakah ini sudah termasuk permufakatan jahat atau percobaan untuk melakukan tindak pidana?" tanya Soesilo dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 18 Februari.

Sehingga, Mudzaki menjelaskan jika berkaca pada kasus itu orang yang memutuskan untuk tidak terlibat dianggap tak terlibat dalam permufakatan jahat.

Alasannya, unsur tindak pidana permufakatan jahat adalah sudah ada wujud dalam bentuk perbuatan.

"Jadi kalau misalnya ada 3 atau 4 bersepakat untuk berbuat jahat dan sudah diwujudkan dalam bentuk perbuatan sebut saja persiapan awal. Terus kemudian mengundurkan diri karana tidak ingin terlibat dalam proses itu lanjut dan dia membuat pernyataan mengundurkan diri atau tidak setuju dan sebagainya," kata Mudzakir.

"Menurut ahli pada level itu berarti dia tidak lagi termasuk dalam bagian dari pada permufakatan tersebut karena dia sudah membuat pernyataan mengundurkan diri atau tidak ikut serta atau membatalkan keturut sertaan dalam niat jahat tersebut," sambung dia.

Kemudian, Mudzakir juga menyebut pemufakatan jahat didasari dengan adanya niat dari masing-masing individu. Sehingga, ketika salah satu individu memutuskan berhenti atau tak terlibat, secara otomatis niat melakukan kejahatan pun hilang.

"Dengan demikian secara substansi pokok dari permufakatan sudah hilang karna sudah tidak lagi mufakat berbuat jahat karena sudah hilang," tandas dia.

Sebagai informasi, dalam kasus duga gratifikasi pegurusan fatwa Mahkamah Agung Joko Tjandra didakwa telah melakukan permufakatan jahat.

Joko Tjandra disebut bermufakat jahat dengan Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya. Permufakatan jahatan ini dibuktikan dengan adanya action plan.