JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dan Eddy Hiariej sebagai contoh mafia hukum.
Hal ini disampaikan Alexander Marwata terkait dugaan Eddy menjanjikan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus eks Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM), Helmut Hermawan di Bareskrim Polri. Diduga terjadi pemberian uang Rp3 miliar untuk memuluskan upaya tersebut.
“Inilah yang istilah mafia hukum atau apapun dan lain sebagainya. Kan seperti itu memang kejadiannya,” kata Alexander seperti dikutip dari tayangan YouTube KPK RI, Jumat, 8 Desember.
Eddy disebut Alexander memang tidak punya wewenang untuk mengeluarkan SP3. Namun, ada dugaan dia memanfaatkan jaringannya.
“Kan namanya juga barangkali kenal baik dengan pihak Bareskrim atau penyidiknya. Bisa saja, ya, dalam banyak kasus kan seperti itu. Meskipun tidak punya kewenangan untuk menerbitkan SP3 tapi kalau dia punya link atau relasi atau hubungan baik dengan pihak-pihak yang berkepentingan semuanya bisa, kan begitu,” ujarnya.
Siapapun, sambung Alexander, juga bisa meminta hal yang sama seperti Helmut. Asalkan dia punya uang.
“Sama saja (seperti, red) pengacara bisa mempengaruhi hakim. Kok bisa? Kan, dia bukan yang memutuskan, yang memutuskan hakim, bisa saja,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, KPK secara resmi mengumumkan Eddy Hiariej sebagai tersangka. Dia diduga menerima duit hingga Rp8 miliar yang dibagi beberapa kali untuk sejumlah keperluan yang melibatkan bos PT CLM, Helmut Hermawan.
Penerimaan pertama Eddy dilakukan setelah dia setuju memberikan konsultasi administrasi hukum umum sengketa kepemilikan PT CLM. Ketika itu Helmut memberi uang sebesar Rp4 miliar.
Kemudian, dia juga menerima Rp3 miliar untuk menghentikan proses hukum yang melibatkan Helmut di Bareskrim Polri melalui penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Terakhir, Eddy diduga menggunakan kuasanya sebagai Wamenkumham untuk membuka blokir PT CLM dalam Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kemenkumham.
BACA JUGA:
Ketika itu, dia menerima uang Rp1 miliar yang kemudian digunakan untuk mencalonkan diri sebagai Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).
Adapun penerimaan ini dilakukan Eddy melalui dua orang sebagai perwakilan dirinya. Mereka adalah pengacara bernama Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana yang merupakan asisten pribadinya.