JAKARTA - Juru Bicara PKS, Muhammad Iqbal, menegaskan partainya menolak Rancangan Undang-Undang Daerah khusus Jakarta (RUU DKJ) yang salah satu usulannya terkait gubernur dan wakil gubernur ditunjuk oleh presiden. Iqbal mengatakan, PKS menolak gubernur ditunjuk presiden karena kebijakan itu berpotensi menjadi ajang Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).
"Usulan ini tentu saja menjadi sebuah kemunduran bagi demokrasi. Jumlah penduduk Jakarta yang mencapai 12 juta jiwa dengan APBD hampir Rp80 triliun harus dipimpin orang yang berkompeten dan memiliki legitimasi oleh rakyat, bila ditunjuk maka berpotensi menjadi ajang Kolusi, Korupsi dan Nepotisme," tegas Iqbal kepada wartawan, Rabu, 6 Desember.
“Bisa saja suatu saat presiden atau partai pemenang menunjuk keluarga, kerabat atau orang yang tidak memiliki kompetensi memimpin dan ini adalah sebuah celah terjadinya KKN yang melawan amanat reformasi," sambungnya.
Oleh karena itu, Iqbal menyatakan, PKS dengan tegas menolak RUU DKJ karena dibuat secara terburu-buru tanpa kajian yang mendalam dan berpotensi merugikan warga Jakarta. Serta menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia.
"PKS sejak awal menolak Undang-Undang IKN, sejak awal konsisten agar Ibu kota tetap di Jakarta dan gubernur beserta wakilnya harus dipilih oleh rakyat, bukan ditunjuk presiden," kata Iqbal, .
Diketahui, DPR resmi mengesahkan RUU tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi beleid inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna ke-10 Masa Persidangan II tahun 2023-2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 5 Desember.
BACA JUGA:
Delapan fraksi setuju dengan catatan terkait RUU DKJ disahkan menjadi inisiatif DPR sementara satu Fraksi yakni PKS menolak.
PKS menganggap DKI Jakarta masih layak menjadi Ibu Kota Indonesia. Mereka pun menolak RUU DKJ yang terdiri dari 12 bab dan 72 pasal.