Tangani Demam Berdarah, Nyamuk Wolbachia Akan Disebar di Jakarta dan Bandung
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan upaya penanganan demam berdarah melalui intervensi bakteri wolbachia kini berfokus ke wilayah Jakarta Barat dan Kota Bandung.

Pimpinan daerah wilayah itu telah mendapat pemberitahuan serta menjalin kerja sama langsung dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Budi menyebut langkah itu melanjutkan intervensi pencegahan demam berdarah melalui penyebaran bakteri wolbachia dalam tubuh nyamuk aedes aegypti di daerah lain. Daerah yang telah menjadi lokasi pelaksanaan intervensi tersebut adalah Semarang, Bontang, dan Kupang.

“Saya tidak ingat pasti apakah sudah tercapai kesepakatan apa belum. Kita akan segera jalankan begitu masyarakatnya sudah siap,” ujar Budi dalam keteranganya, Kamis 30 November.

Mantan wakil menteri BUMN itu menegaskan upaya terbaru ini merupakan cara pencegahan wabah demam berdarah yang efektif dan ramah lingkungan. Sebelumnya, pendekatan berupa fogging atau pengasapan dengan bahan kimia serta penaburan bubuk abate gagal mencegah wabah DBD di berbagai wilayah.

Cara lain seperti gerakan 3M, yakni menutup, mengubur, dan menguras juga belum membuahkan hasil di tengah masyarakat. Kini, pemerintah merasa percaya diri untuk dapat menanggulangi wabah demam berdarah yang umumnya muncul ketika memasuki musim pancaroba.

“Target WHO harus di bawah 10 kasus per 100.000 orang. Kita sekarang berada di angka 28 (kasus), pernah 50, pernah 60, tidak pernah dalam 50 tahun terakhir angka itu turun,” ucap Budi.

Harapan untuk menurunkan angka kasus tersebut sudah dibuktikan dengan uji coba intervensi bakteri wolbachia di Yogyakarta selama beberapa tahun terakhir. Budi menyebut angka kasus demam berdarah di wilayah tersebut setelah menerapkan intervensi mengalami penurunan secara konsisten selama lima tahun terakhir.

Protes serta kesalahpahaman terhadap upaya pemerintah ini menurut sang menteri akan segera mereda apabila sosialisasi gencar dilakukan. Apalagi jika didukung oleh pemerintah daerah untuk mengingatkan bahwa penelitian serta pengembangan intervensi ini dilakukan oleh ahli dan peneliti asli Indonesia.