Mahfud MD Soroti Jual Beli Kasus dan Vonis Masih Terjadi di Indonesia
Menko Polhukam Mahfud MD/DOK Kemenko Polhukam

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyoroti penegakan hukum yang mengecewakan di Indonesia lantaran praktik jual beli kasus dan vonis oleh mafia hukum masih terjadi.

Hal tersebut disampaikan Mahfud dalam acara Dies Natalis sekaligus Wisuda Program Sarjana dan Magister Universitas Bung Karno (UBK) di Jakarta International Expo (JiExpo) Kemayoran, Jakarta Pusat.

"Orang boleh marah, 'Pak Mahfud, kok, bilang begitu'. Saya punya buktinya, banyak kalau minta buktinya. Vonis bisa dibeli, kasus bisa dibeli, bisa dipesan itu pasal-pasalnya," kata Mahfud dilansir ANTARA, Kamis, 30 November.

Apabila terjadi suatu kasus, kata Mahfud, mafia hukum biasanya ikut melakukan intervensi proses hukum dengan memesan agar kasus tersebut dikenai pasal tertentu saja. Bahkan, mafia hukum juga ikut menunjuk penyidik yang dikehendakinya.

"Sudah dipesan lebih dahulu. Nanti di kejaksaan diatur lagi, di pengadilan lagi. Itulah yang kemudian disebut mafia hukum," ujar dia.

Menurut Mahfud, pelanggaran hukum masih banyak terjadi karena sebagian orang hanya takut pada pasal-pasal hukum saja, tetapi tidak takut pada etika dan moral.

Ia menyayangkan orang yang hanya memahami hukum sebagai norma serta menyampingkan etika dan moral sehingga pelanggaran hukum masih terjadi. Padahal, aspek etika dan moral juga seharusnya menjadi dasar dari penegakan hukum.

Dalam orasi di hadapan mahasiswa dan akademikus, Mahfud mengingatkan kembali pentingnya pemahaman terhadap etika dan moral di samping hukum.

Ketiga aspek tersebut, lanjut dia, sejatinya telah ada di dalam Pancasila yang mengandung nilai-nilai luhur.

"Saya ingin menekankan, mari kalau kita ingin menjadi bangsa yang baik, ikuti Pancasila, itu dari sisi-sisi selain hukumnya. Napas Pancasila itu yang lebih banyak ada di luar hukum. Kalau saudara cuma takut pada hukum, saudara bisa menipu dengan hukum, bisa berdagang dengan hukum, bisa kaya raya secara tidak sah dengan hukum," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.