JAKARTA - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Habiburokhman, menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan pengujian atas perkara nomor 141/PUU-XXI/2023 agar MK menafsir ulang Pasal 169 Huruf q UU Pemilu pascaputusan 90/PUU-XXI/2023.
Atas putusan tersebut, menurut Habiburokhman, mantan Ketua MK Anwar Usman menjadi korban kambing hitam sidang putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) karena disebut melakukan pelanggaran etik atas putusan MK 90.
"Saya berulang kali menegaskan bahwa dalam putusan MKMK sama sekali tidak ada pembahasan dan juga tentu tidak ada pembuktian adanya intervensi. Hal yang kemudian disebut dijadikan alasan untuk menjatuhkan hukuman pelanggaran berat terhadap saudara Anwar Usman," ujar Habiburokhman dalam konferensi pers di Media Center TKN Prabowo-Gibran di Jalan Sriwijaya I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 30 November.
Habiburokhman menjelaskan, dalam keputusan MKMK tidak terbukti adanya intervensi terhadap sembilan hakim MK terkait putusan 90. Sehingga sanksi berat berupa pemberhentian yang dijatuhkan kepada Usman karena disebut membuka ruang intervensi patut menjadi pertanyaan.
"Inilah yang kami katakan kekonyolan ya, penegakan etik yang dilakukan oleh MKMK sendiri. Saya perkuat lagi ya dengan keputusan MK nomor 141 kemarin, kalau teman-teman cermati pasal, apa halaman 43 disebut ya, mahkamah berpendapat dalil pemohon berkenaan dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90 yang mengandung intervensi dari luar, konflik kepentingan, menjadi putusan yang cacat hukum menimbulkan ketidakpastian hukum serta mengundang pelanggaran prinsip negara hukum, tidak dapat dibenarkan. Ini yang bicara 8 hakim MK. Delapan hakim MK mengatakan bahwa dalil yang mengatakan ya, dalil pemohon yang mengatakan telah terjadi intervensi dalam perkara 90, itu tidak dapat dibenarkan di putusan ini," jelas Habiburokhman.
"Sehingga semakin terang dan jelas sebetulnya Bapak Anwar Usman ini korban kambing hitam ya. Orang yang sengaja dicari kesalahannya sekedar untuk melakukan legitimasi ya, terhadap di putusan MKMK," tambah wakil ketua Komisi III DPR itu.
BACA JUGA:
Diketahui, delapan hakim konstitusi, minus hakim Anwar Usman, telah menolak permohonan pengujian atas perkara nomor 141/PUU-XXI/2023 Rabu, 29 November.
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan atas nama Brahma Aryana, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Jakarta, untuk seluruhnya. Dalam permohonannya, Brahma Aryana meminta MK menafsir ulang Pasal 169 Huruf q UU Pemilu pascaputusan 90/PUU-XXI/2023.
Melalui Putusan MK nomor 90/PUU-XII/2023, MK telah memperbolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun maju dalam kontestasi pilpres dengan catatan ”pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah”.