Anwar Usman Langgar Etik, Legitimasi Gibran Sebagai Cawapres Bakal Terus Dipersoalkan
Bakal cawapres Gibran Rakabuming Raka saat hadiri Kopdarnas PSI di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Selasa 22 Agustus. (Ist)

Bagikan:

JAKARTA - Pelapor pelanggaran kode etik Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, Denny Indrayana menyebut putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) mengakibatkan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres bakal terus jadi soal.

Sebab, MKMK tak membatalkan putusan MK dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 yang membolehkan kepala daerah belum berusia 40 tahun maju sebagai capres-cawapres meskipun Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etiknya.

Sementara, MKMK juga tak tegas untuk mendesak MK memeriksa kembali putusan perkara yang membolehkan kepala daerah belum berusia 40 tahun untuk maju sebagai capres-cawapres, dalam waktu sesingkat-singkatnya sebelum berakhir masa penetapan paslon Pilpres 2024 oleh KPU.

"Membiarkan putusan 90 tetap berlaku, tanpa membuka ruang pemeriksaan kembali yang

cepat, padahal ada putusan MKMK yang mengatakan putusan itu dilahirkan dengan pelanggaran etika Anwar Usman, akan menyebabkan legitimasi pencawapresan Gibran akan terus-menerus dipersoalkan, bahkan membuka ruang impeachment, jikapun terpilih pada Pilpres 2024 yang akan datang," kata Denny dalam keterangannya, Rabu, 8 November.

Menurut Denny, putusan hukum yang hadir dengan pelanggaran etika, seharusnya batal

moralitas hukumnya.

Ia memandang, tidak sulit bagi MK memeriksa cepat formalitas uji syarat umur caprescawapres, dan memutuskan sebelum batas penetapan paslon capres-cawapres oleh KPU di tanggal 13 November 2023.

"Hanya dengan demikian maka legitimasi konstitusional dan soal keabsahan pencawapresan Gibran Rakabuming Raka bisa dituntaskan," ucap dia.

Di satu sisi, Denny juga menyesalkan keputusan MKMK yang tak memecat Anwar dari posisinya sebagai hakim konstitusi. Padahal, Anwar dinyatakan melanggar kode etik berat.

"Padahal aturannya dengan jelas-tegas mengatakan, pelanggaran etika berat sanksinya hanyalah pemberhentian dengan tidak hormat. Lagipula ada konsep hukum acara, uitvoerbaar bij voorraad, putusan bisa tetap dijalankan lebih dulu meskipun ada upaya hukum banding," cecar Denny.

Pada Selasa, 7 November lalu, MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitsusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.

Sanksinya, MKMK memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK imbas dari putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres pada perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

MKMK memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 2x24 jam.

MKMK juga melarang Anwar Usman, yang kini hanya menjadi Anggota MK, untuk kembali mencalonkan diri sebagai Ketua MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.