JAKARTA - Pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendapat nomor dua saat pengundian nomor urut capres cawapres 2024 di KPU RI semalam.
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menilai pasangan Prabowo-Gibran akan merugi karena tidak memiliki legitimasi dalam pencalonannya. Bivitri menganggap, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi landasan kandidasi Gibran Rakabuming juga cacat legalitas.
Menurutnya, pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo itu telah mengobrak-abrik konstitusi, mencederai hukum, pun sudah terbukti melanggar etik berat.
“Sudah ada masalah dalam legitimasi pencalonan Gibran, karena ada masalah etik yang sudah terbukti di MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi). Ini kan konstitusi dimainkan untuk politik,” ujar Bivitri dalam keterangannya, Selasa, 14 November.
Dosen Sekolah Tinggi Hukum Jentera ini menjelaskan, putusan MK atas perkara Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 cacat secara legalitas. Pasalnya, kata Bivitri, putusan itu menabrak Undang Undang Kehakiman Pasal 17 yang menerangkan bahwa hakim yang punya benturan kepentingan terhadap perkara, dalam kasus ini yaitu Gibran Rakabuming maka hakim harus mundur.
Ayat berikutnya, lanjut Bivitri, jika hakim tidak mundur maka putusan dinyatakan batal. Namun kenyataannya, kata dia, Hakim Anwar Usman tidak mundur dan Gibran tetap melenggang serta ditetapkan KPU sebagai Cawapres.
“Kita lihat konteks besar, ada seseorang yang mau maju, ada hukum menghalangi. Normalnya kalau kita taat hukum, peduli pada hukum, tunggu sajalah, tapi ini tidak. Malah hukumnya yang diganti dengan menggunakan kekuasaan, itu yang terjadi di negara hukum kita,” ungkap Bivitri.
Bivitri pun mengajak pemilih untuk melihat logika moral dari para calon yang akan berlaga di Pilpres 2024. Menurutnya, rakyat sudah cerdas untuk memilih mana figur yang menjauhi kecurangan.
BACA JUGA:
"Pegangan kita adalah kompas moral kita. Kok bisa ada intelektual melihat suatu kesalahan tapi diam saja. Ini pertanda bahwa demokrasi kita sidah di ambang bahaya,” ucapnya.
“Dan karena itu legitimasi ini sesuatu yang sangat penting, ini kan pilpres dan kedepannya pasti akan mengganggu proses. Sebenarnya buruk untuk mereka, kalau menurut saya, orang Indonesia, semuanya bernalar, kita nggak bodoh-bodoh juga, kita bisa melihat dengan kasat mata bahwa ada benturan kepentingan, ada masalah, sehingga sebenarnya legitimasinya cacat,” kata Bivitri.