Bagikan:

JAKARTA - Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri tetap mendapat 75 persen dari gajinya meski sudah diberhentikan sementara oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Diketahui, Presiden Jokowi telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian sementara Firli. Dia diberhentikan karena jadi tersangka dugaan pemerasan atau penerimaan gratifikasi dari eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dan kasusnya ditangani Polda Metro Jaya.

“Karena sudah jadi tersangka maka Firli penghasilannya dipotong 25 persen artinya dia tetap menerima 75 persen walau nonaktif,” kata eks penyidik KPK Yudi Purnomo dikutip dari akun media sosialnya, Rabu, 29 November.

Pernyataan Yudi ini didasari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2006 tentang Hak Keuangan, Kedudukan Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK. Disebutkan dalam Pasal 7 aturan itu, 75 persen penghasilan yang diterima Firli berupa gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan kehormatan setiap bulan.

“Bagi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menjadi tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan penghasilan sebesar 75 persen dari penghasilan,” demikian bunyi pasal tersebut dikutip.

Sementara besarannya, berdasarkan PP Nomor 82 Nomor 2015 tentang Perubahan Kedua atas PP 29 Tahun 2006 disebutkan gaji Firli sebagai Ketua KPK Rp5.040.000; tunjangan jabatan sebesar Rp24.818.000; dan tunjangan kehormatan sebesar Rp2.396.000.

Ia juga menerima tunjangan perumahan sebesar Rp37.750.000; tunjangan transportasi sebesar Rp29.546.000; tunjangan asuransi kesehatan dan jiwa sebesar Rp16.325.000; dan tunjangan hari tua sebesar Rp8.063.500.

Jika ditotal Firli setiap bulannya mendapat Rp123.938.500 ketika menjabat sebagai ketua komisi antirasuah. Adapun tunjangan perumahan dan transportasi diterima secara tunai.

Diberitakan sebelumnya, Firli Bahuri resmi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan Rabu, 22 November. Polda Metro Jaya menduga dia terlibat dalam pemerasan dan penerimaan gratifikasi.

Beberapa alat bukti yang menjadi dasar penetapan tersangka adalah dokumen penukaran valas senilai Rp7,4 miliar. Kemudian, ada juga hasil ekstraksi 21 ponsel.

Dalam kasus dugaan pemerasaan dan penerimaan gratifikasi, Firli disangka dengan Pasal 12e, 12B atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 65 KUHP. Firli terancam pidana penjara seumur hidup.