Pengakuan Ustaz Yahya Waloni Sengaja Tabrak Anjing, Pengamat: Bisa Dipidana!
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pengakuan Ustaz Yahya Waloni yang sengaja menabrak anjing menuai berbagai respon. Bahkan, tindaknnya itu dianggap bisa berujung pada pidana.

Adapun Ustaz Yahya Waloni menyampaikan sengaja menabrak anking saat berceramah yang disiarakan akun YouTube Hadits TV pada Sabtu 13 Februari 2021.

Dalam ceramanya, Ustaz Yahya Waloni sempat menabrak anjing ketika berada di sekitar wilayah perbatasan antara Riau dan Jambi, tepatnya di Kecamatan Kemuning.

Semua bermula ketika dia ingin berangkat ke lokasi ceramah. Dalam perjalanan Ustaz Yahya Waloni yang mengendari kendaraannya itu melihat seekor anjing. Lantas, dia menabarak anjing itu hingga kakinya pincang.

Dalam pernyataanya, seolah tindakannya dilakukan secara sengaja. Sebab, alasan dia menabrak anjing karena binatang tersebut memiliki najis.

"Kutabrak juga seekor anjing, enggak tahu punya siapa. Dia lari pincang kakinya. Kalau kambing masih saya rem, tapi kulihat anjing, najis kutembak satu yang paling depan," ungkapnya.

Menanggapi hal ini, pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Suparji Ahmad mengatakan, tindakan Ustaz Yahya Waloni bisa masuk dalam pelanggaran Pasal 406 ayat 2 KUHP. Bahkan, dalam pasal itu pelanggaran bisa diberi sanksi pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan.

"Orang yang menabrak anjing, itu ada di Pasal 406 ayat 2 KUHP yang berbunyi antara lain dijatuhkan pidana yang sama terhadap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membunuh rusa atau menghilangkan hewan yang sebagai milik orang lain," ucap Suparji kepada VOI, Selasa, 16 Februari.

Dalam penerapan pasal ini di persoalan Ustaz Yahya Waloni, kata Suparji, harus memunuhi dua unsur kesengajaan dan melawan hukum. Sebab, dalam Pasal 406 KUHP menggunakan frasa tersebut

"Berarti itu harus dibuktikan apakah ada unsur kesengajaan kemudian melawan hukum yang artinya melawan peraturan perungdang-undangan yang berlaku," kata dia.

"Kemudian sengaja itu ada niat jahat atau dengan kata lain menghendaki dan mengetahui," sambung Suparji.

Konteks menghendaki yakni ingin membunuh. Sedangkan, untuk konteks mengetahui lebih kepada mengerti akibat yang terjadi.

"Menghendaki artinya untuk membunuh, mengetahui akibatnya akan terbunuh. Jadi ini yang harus dikonstruksikan," tandas dia.