Balasan Menohok Pemerintah pada Jusuf Kalla Soal Mengkritik Tanpa Dipanggil Polisi
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mempertanyakan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang cara menyampaikan kritik tanpa dipanggil polisi. 

"Beberapa hari lalu bapak Presiden mengumumkan silahkan kritik pemerintah, tapi banyak yang ingin melihatnya, bagaimana caranya mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi," kata Jusuf Kalla dalam acara peluncuran Mimbar Demokrasi Kebangsaan Fraksi PKS DPR RI sekaligus diskusi yang digelar secara daring di akun YouTube pada Jumat, 12 Februari.

Jusuf Kalla menilai, kritikan penting bagi pemerintah sehingga demokrasi bisa berjalan dengan baik. Apalagi, sistem demokrasi harusnya mengutamakan kepentingan semua pihak.

Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan, penyampaian kritik mestik sesuai peraturan perundangan. Pemerintah pun punya kewajiban untuk melindungi dan menghormati penyampaian kritik ini.

Dia mengatakan, sikap Presiden Jokowi menerima kritikan dan masukan sesuai dengan Konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundangan yang berlaku.

"Jadi apabila mengkritik sesuai UUD 1945 dan peraturan perundangan, pasti tidak ada masalah. Karena kewajiban pemerintah/negara adalah melindungi, memenuhi dan menghormati hak-hak konstitusional setiap WNI yang merupakan HAM tanpa kecuali," ungkap Fadjroel dalam keterangan tertulisnya.

Namun, dia menyarankan masyarakat mempelajari secara seksama aturan yang ada termasuk UUD 1945 Pasal 28E Ayat 3 dan Pasal 28J dalam menyampaikan kritik.

Untuk masyarakat yang ingin berpendapat melalui sarana media sosial, dia mengatakan, perlu membaca dan menyimak UU 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

Sebab, ada ketentuan pidana di pasal 45 ayat (1) tentang muatan yang melanggar kesusilaan; ayat (2) tentang muatan perjudian; ayat (3) tentang muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik; ayat (4) tentang muatan pemerasan dan/atau pengancaman. 

Selain itu, dia menyinggung ketentuan pidana di dalam pasal 45a ayat (1) tentang perbuatan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen; dan ayat (2) tentang perbuatan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu atas SARA. 

"Ada pasal 45b tentang ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi," katanya.

Terakhir, Fadjroel juga meminta masyarakat yang ingin menyampaikan kritik melalui unjuk rasa agar membaca dan menyimak UU 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.

Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, kritik seperti ini sudah ada ketika JK menjadi wapres mendampingi Jokowi di periode pertama.

"Menurut saya sejak dulu itu ada dilema bagaimana agar orang ngritik itu tidak dipanggil polisi karena sejak zaman Pak JK aktif di wapres masih menjadi wapres, kritik juga berseliweran dan pemerintah dihadapkan pada dilema kalau ditindak dibilang diskriminatif, kalau tidak ditindak itu menjadi liar,” kata Mahfud MD dalam video pernyatannya.

"Nah di zaman Pak JK itu kita masih ingat ada misalnya Saracen, ada Muslim Cyber Army, ada Piyungan yang sampai setiap hari menyerang-nyerang pemerintah. kan ada di zaman Pak JK juga ketika mau ditindak orang ribut, ketika tidak ditindak juga orang ribut. Ini lah demokrasi," ungkapnya.

Dia menegaskan, pemerintah menerima kritikan untuk dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan. Tapi, ketika kritikan ini berujung laporan polisi, Mahfud mengatakan tak bisa mengatur hal tersebut. 

"Kta juga tidak bisa dong menghalangi orang mau melapor, melapor itu kan hak rakyat. Bukan pemerintah yang melaporkan kalau ada orang kritis dilaporkan ke polisi lalu polisi memanggil. Itu kan yang melapor punya hak, kemudian polisi punya kewajiban kalau ada laporan didalami. kan tinggal itu aja," ungkapnya.

"Bahkan juga keluarga Pak JK melapor ke polisi. Siapa itu? Ferdinand Hutahaean dilaporkan ke polisi karena nyebut apa Chaplin ... dari sebuah fenomena politik. Calon wali kota Makassar juga dilaporkan oleh keluarga Pak JK ke polisi. Enggak apa-apa melapor nanti polisi lalu melihat apakah ada unsur kriminalnya apa tidak," pungkasnya.