Bagikan:

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua menyatakan persentase penduduk miskin di wilayah itu selama enam bulan terakhir mengalami peningkatan sebesar 0,16 persen yaitu dari 26,64 persen pada Maret 2020 menjadi 26,80 persen pada September 2020.

Kepala BPS Provinsi Papua Adriana Helena Carolina di Jayapura, Senin 15 Februari, mengatakan persentase penduduk miskin di Papua untuk daerah perkotaan mengalami peningkatan sebanyak 0,12 persen poin menjadi 4,59 persen (4,47 persen pada Maret 2020) serta perdesaan naik sebanyak 0,19 persen poin menjadi 35,69 persen (35,50 persen pada Maret 2020).

"Peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan, baik perkotaan maupun perdesaan," katanya, dikutip dari Antara.

Menurut Adriana, pada September 2020 sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan di perkotaan sebesar 67,40 persen, sedangkan perdesaan sebesar 78,80 persen.

"Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap garis kemiskinan Provinsi Papua di daerah perkotaan adalah beras, rokok kretek filter, ikan kembung, telur ayam ras, dan kue basah, lalu komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap garis kemiskinan di perdesaan adalah ketela rambat atau ubi, beras, rokok kretek filter, ketela pohon dan daun singkong," ujarnya.

Dia menjelaskan pada periode Maret 2020-September 2020, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan naik, di mana hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan antar penduduk miskin semakin bertambah dibanding periode sebelumnya.

"Beberapa faktor yang terkait dengan tingkat kemiskinan selama periode Maret 2020-September 2020 antara lain ekonomi Papua pada triwulan ketiga 2020 mengalami kontraksi sebesar minus 2,61 persen (year on year)," katanya lagi.

Dia menambahkan selain itu Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2020 sebesar 4,28 persen, naik jika dibandingkan dengan kondisi Agustus tahun sebelumnya kemudian menurut Bank Indonesia Provinsi Papua, terjadi penurunan daya beli masyarakat, yang disebabkan oleh penurunan aktivitas ekonomi di Provinsi Papua dan realisasi Bantuan Sosial Tunai (BST) di Provinsi Papua baru 65,2 persen.

"Penyaluran Dana Desa Tahap ketiga tahun 2020 mengalami keterlambatan, di mana masih 13,05 persen desa yang telah menerima dana desa, ini mengakibatkan penyaluran BLT-Dana Desa mengalami keterlambatan, juga penyaluran program sembako di Provinsi Papua baru mencapai 59,5 persen, sedangkan provinsi lain di Indonesia sudah mencapai lebih dari 85 persen," ujarnya lagi.

Tidak hanya itu, penduduk Papua dengan pengeluaran desil satu dan tiga mengalami kenaikan, hal ini mungkin disebabkan penduduk dengan tingkat pengeluaran terbawah selama pandemi hanya membeli kebutuhan pokok secara eceran dengan harga yang jauh lebih tinggi, dan kuantitas yang lebih sedikit.

Dan pada awal September 2020, Kota Jayapura menerapkan new normal, akan tetapi dalam waktu dua minggu selanjutnya kasus penduduk positif COVID-19 meningkat pesat, di mana secara tidak langsung, ini berdampak pada ekonomi masyarakat di Kota Jayapura.