JAKARTA - DPR RI telah membentuk panitia kerja (Panja) Netralitas TNI dan Polri guna mengantisipasi adanya potensi penggunaan alat negara pada Pemilu 2024.
Namun, belakangan malah muncul kabar adanya pakta integritas Pj Bupati Sorong dengan Kepala BIN Papua untuk memenangkan capres nomor tiga, Ganjar Pranowo. Artinya ada mobilisasi dukungan ASN terhadap salah satu calon yang akan berkontestasi di pilpres mendatang.
Menanggapi hal itu, Guru Besar Politik, Ketahanan, dan Keamanan Universitas Padjadjaran (UNPAD) Muradi, menilai netralitas ASN, BIN dan TNI-Polri harus dijaga di Pemilu 2024 karena berkenaan dengan citra lembaga negara di hadapan publik.
"ASN, TNI, Polri, kemudian BIN itu harus berada dalam posisi yang menjaga jarak. Karena dalam konteks TNI-Polri mereka kan punya kultur komando, jiwa korsa yang pada akhirnya itu akan membuat tidak objektif di mata publik," ujar Muradi pada wartawan di Jakarta, Kamis, 16 November, malam.
Terkait pelibatan alat negara khususnya TNI-Polri dalam pemenangan salah satu paslon, Muradi menyampaikan bahwa para personil TNI-Polri pun menginginkan agar mereka bisa bekerja profesional.
"Itu kemudian yang menjadi diskursus di internal TNI-Polri. Karena kalau kita melihat, mereka menginginkan tentara yang profesional. Jadi kalau kita diskusi, tidak ingin mereka ditarik ke sana-sini," kata Muradi.
Muradi menekankan, semangat internal TNI-Polri hanya ingin profesional. Menurutnya, sikap profesional itu membuat lembaga mereka dapat berdiri tegak di kancah nasional maupun internasional.
"Karena posisi mereka selalu mengatakan bahwa tentara profesional atau polisi profesional adalah tentara/polisi yang bisa menjalankan fungsi tugasnya secara objektif dan profesional. Karena dengan sikap profesional itu mereka bisa lebih berdaya dan punya wibawa di mata publik dan internasional," ungkapnya.
BACA JUGA:
Muradi mengingatkan, telah ada pernyataan terbuka dari petinggi TNI-Polri bahwa mereka netral dalam pemilu. Hal itu patut menjadi panduan bagi seluruh aparat. Kalaupun ada instruksi tertutup, Muradi menganggap hal itu sama dengan memundurkan lembaga negara itu.
"Apakah itu memang menjadi bagian dari strategi yang bersifat tertutup atau terbuka. Kalau tertutup, ya saya merasa tentara dan polisi kembali ke jaman purba. Zaman ketika mereka tidak lagi professional," pungkasnya.