Bagikan:

JAKARTA - Partai Demokrat dibawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebaiknya mengevaluasi internal partai terkait gagalnya menyuarakan pembahasan Revisi Rancangan Undang-Undang soal Pemilu. Bukan mencari sasaran tembak lain.

Yakni dengan memunculkan isu terkait batalnya pembahasan RUU Pemilu di DPR sebagai siasat atau cara Presiden Joko Widodo mempersiapkan 'Putra Mahkota' Gibran Rakabuming Raka di Pilkada DKI Jakarta pada 2024.

"Proses politik di DPR, tentu Fraksi Demokrat sangat faham. Tidak bisa ujug-ujug, ada proses diskusi, lobby dan lain sebagainya. Mestinya AHY sebagai ketua umum, mengavaluasi fraksinya, jika keinginan merevisi UU pemilu gagal dilaksanakan. Bukan lalu mencari-cari atau mencurigai sesuatu tidak terlibat dalam proses tersebut," kata Pengurus Pusat Bamusi dalam keterangan resmi yang diterima VOI, Jakarta, Minggu, 14 Februari. 

Sebagai Pengurus Pusat Bamusi, organisasi sayap dari PDIP, Mahmuddin menyarankan agar Partai Demokrat sebaiknya lebih memperbaiki kinerja partai. Begitupula dengan AHY yang akan diusung sebagai calon presiden di tahun 2024 hendaknya bekerja secara sungguh-sungguh demi mengambil 'hati' rakyat.

"Kreasi dan karya nyata tentu akan mendapat nilai baik di mata masyarakat. Itu lebih baik sebagai modal sosial untuk menghadapi pemilu 2024. Toh, pemilu juga masih lama. Maka inilah saatnya bekerja dan melayani rakyat. Bukan membuang kata-kata yang tak memiliki sandaran logika dan fakta yang jelas," kata dia.

Sebelumnya dia mengatakan, tudingan Partai Demokrat soal kepentingan Presiden Joko Widodo tidak melanjutkan pembahasan RUU Pemilu untuk mempersiapkan Gibran Rakabuming Raka maju dalam Pilkada DKI Jakarta berlebihan.

"Kecurigaan seperti ini terlalu mengada-ada. Walaupun dalam politik kecurigaan atau spekulasi tidak dilarang, namun dugaan tersebut tidak berdasar dan memiliki sandaran logika yang kuat," kata dia.

Menurut Mahmuddin, tudingan ini membuktikan Partai Demokrat seperti sedang dalam kebingungan dengan eksistensi partainya belakangan ini. Ditambah tidak munculnya kader-kader Demokrat yang bisa diperhitungkan dalam pelbagai momentum politik. Sehingga upaya menggeret popularitas dan eksistensi partai maupun tokoh-tokohnya kelihatan semakin tak tentu arah.